Tidak diragukan lagi,
Indonesia memang punya segudang ragam budaya yang mampu membuat mata dunia
terpesona, termasuk Provinsi Sumatra Barat. Namun sebagian SKPD terkait dengan
sektor ini di Sumatra Barat belum fokus mengembangkan secara maksimal dan
terencana menuju industri kreatif.
Budaya tersebut bisa
menjadi potensi ekonomi yang besar bila dikembangkan dengan baik. Modal
tersebut bisa menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi kreatif dunia. Mari
Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI mengakui, banyak hal
yang harus dibenahi untuk mengembangkan industri kreatif di Indonesia, dan
pemerintah proaktif mencari solusi yang menguntungkan semua pihak.
Sumatra Barat punya
potensi budaya, kerajinan rakyat yang digerakkan usaha kecil menengah (UKM),
dan juga industri rumah tangga lainnya. Kerajinan merupakan subsektor yang memiliki nilai kontribusi PDB,
penyerapan tenaga kerja, jumlah pelaku dan ekspor terbesar kedua setelah
subsektor fesyen dengan nilai kontribusi di tahun 2006 berturut-turut adalah
25,51%; 31,07%; 33,02%, dan 32,44% untuk seluruh Indonesia.
Subsektor kerajinan
potensi dikembangkan sebagai komoditas ekspor, karena produk kerajinan
Indonesia banyak diminati oleh pasar luar negeri. Walaupun demikian, nilai
ekspor kerajinan Indonesia saat ini cenderung mengalami penurunan karena negara
Thailand dan China mulai agresif dalam mengembangkan industri kerajinannya yang
juga banyak diminati oleh pasar di luar negeri.
Melihat kondisi ini,
maka pemerintah bersama-sama dengan institusi pendidikan dan pelaku usaha harus
saling bahu membahu untuk mengembangkan subsektor kerajinan ini, misalnya
terkait dengan peningkatan kualitas produk, penciptaan desain produk,
penciptaan teknologi proses dan bahan yang lebih baik, aturan-aturan dan
insentif yang menarik serta dukungan promosi ke pasar di dalam maupun di luar
negeri.
Kegiatan pemetaan produk
kerajinan Indonesia adalah aktivitas identifikasi karakteristik produk-produk
kerajinan di pasar internasional, yang memenuhi preferensi konsumen.
Untuk dapat memetakan
preferensi konsumen internasional dengan baik, maka perlu dipetakan
informasi-informasi seperti: lokasi tujuan ekspor, informasi mengenai buyer, negara mana yang merupakan pesaing-pesaing
utama, harga, bahan baku yang disukai, pola konsumsi, trend, dan desain yang
disukai dan lain-lain yang dianggap penting untuk melengkapi pemahaman terhadap
preferensi konsumen kerajinan di pasar internsional.
Salah satu penyebab
ketidakmampuan ini adalah, ketidaksadaran akan pentingnya merek, ketidakmampuan
kapasitas melakukan manajemen branding yang baik, dan ketidakmampuan biaya
melakukan manajemen branding yang
baik.
Karena itu, tujuan dari
kegiatan ini adalah menciptakan brand
bagi UKM-UKM kreatif yang belum mampu melakukan manajemen branding, namun memiliki potensi memproduksi
produk-produk berkualitas, melalui konsep branding regional.
Sumatra Barat secara
spesifik pemerintahnya belum begitu menaruh perhatian pada sektor ini, paling
tidak indakatornya yaitu belum ada program yang terencana pada tahun ini.
Pengembangan UKM dan kerajinan rakyat
belum menyentuh upaya meningkatkan ekonomi rakyat. Data-data yang ada di
pemangku juga belum tersedia. Kita pun kesulitan memperoleh upaya pengembangan
sektor ekonomi kreatif ini.
Masih
Bingung
Menurut Kepala Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Sumbar, Burhasman, dari 14 kategori ekonomi kreatif
itu hanya 5 item yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya selama ini, yaitu
seni pertunjukan, radio dan televisi, film, video dan fotografi, fesyen dan
pasar seni dan barang antik. Semua jenis ekonomi kreatif ini sudah berkembang
sejak lama dan mendapat binaan dari instansi yang dipimpinnya.
Sedangkan untuk
selanjutnya sejak berganti nama menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,
pihaknya belum dapat mengomentari seperti apa pengelolaannya.
“Apakah semuanya akan
berada di Dinas Pariwisata dan Budaya yang dipimpinnya atau masih dikelola
secara sektoral berdasarkan SKPD terkait dan dikoordinir oleh instansi tertentu.
Kita belum mendapatkan petunjuk pelaksanaannya, sehingga sampai saat ini kita
masih mengelola kegiatan yang termasuk ekonomi kreatif itu berdasarkan tugas
dan kewenangan masing-masing SKPD,” kata Burhasman.
Tak jauh berbeda yang
disampaikan Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Sumbar, Afriadi
Laudin. Menurutnya, dari 14 jenis kegitan ekonomi kreatif hanya 1 yang berada
di instansi yang dipimpinnya, yaitu kerajinan.
“Tim Pemantau dari Menko
Kesra pernah datang ke Sumbar mempertanyakan pengembangan ekonomi kreatif di
Sumbar. Saat itu dijelaskan, bagaimana untuk melaksanakannya karena sampai saat
ini belum ada format yang jelas tentang pelaksanaannya. Karena itu pula hanya
kerajinan saja yang terus dibinanya,” terang Afriadi Laudin.
Dikatakan, perkembangan
industri kerajinan cukup pesat di Sumbar. Berbagai iven untuk mempromosikan dan
mensosialisasikannya diikuti, dan terakhir produk kerajinan Silungkang dan
Halaban ambil bagian di Jakarta Fashion Week beberapa waktu lalu.
Hasil tenun selama ini
hanya dipakai sebagai bawahan atau sarung dan waktu memakainya juga terbatas
pada acara-acara resmi seperti pesta atau kenduri. Tetapi kini kain tenun telah
dapat digunakan dalam berbagai kesempatan, karena dimofikasi menjadi baju,
blazer dan jenis pakaian lainnya.
“Perkembangan industri
kerajinan yang merupakan spesifik daerah itu sangat pesat, seperti tenun,
songket, sulaman, bordir dan unggan. Kita terus melakukan pembinaan kepada
pengrajinnya agar produk mereka diminati masyarakat luas dengan memberi
pemahaman bahwa produk yang dihasilkan harus mengikuti selera pasar,” terang
Afriadi.
Kalangan pengrajin pun
menjadi bersemangat. Bila dulu yang menjadi pengrajin itu umumnya kaum
perempuan saja dan anak gadisnya, maka kini para laki-laki pun menekuni usaha
menjadi pengrajin. Hasil kerajinan mereka dimodifikasi oleh desainer-desainer
ternama, seperti Hengky Kawilarang di tingkat nasional dan untuk tingklat lokal
dimodifikasi oleh Ade Listiani Fashion.
Potensi
Pesisir Selatan: Mencari Bentuk
Produk UKM yang
terlanjur tersohor asal Pesisir Selatan adalah sulaman bayangan dan batik tanah
liek. Namun kedua produk tersebut masih belum menemukan bentuak ideal
pemasarannya. Bahkan khusus batik tanah liek dihadapkan pada produktivitas
pengrajin yang sangat rendah.
Kepala Dinas Koperindag Pessel, Naswir menyebutkan,
padahal pihaknya selalu memberikan usaha peningkatan kapasitas kepada
pengrajin. Tidak tanggung tanggung, dinas terkait dengan Dekranasda Pessel
memandu pemasaran hingga keluar negeri. Khusus batik tanah liek, produksinya
sangat minim akibat tenaga pengrajin yang sangat terbatas.
"Namun untuk produk
sulaman bayangan, produksinya sudah membaik. Tapi kendala yang dihadapi
pengusaha adalah masih rendahnya permodalan dan kreativitas," kata Naswir.
Selain itu, menurutnya,
secara kelembagaan, pelaku usaha sulaman bayangan dan batik tanah liek juga
mendapat wadah khusus untuk promosi misalnya dengan adanya pusat promosi di
Dekranasda Sago.
"Puncak dari
keseriusan menjaga dan melestarikan produk kerajinan tersebut, dua hasil
kerajinan di daerah ini yakni sulaman bayangan dan batik tanah liek mendapatkan
sertifikat hak cipta dan paten dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkum HAM) RI beberapa waktu lalu," katanya.
Dua hasil kerajinan
tangan ibu rumah tangga Pesisir Selatan itu, sejak dulunya sudah dikenal banyak
orang di Indonesia bahkan mancanegara. Kini produk tersebut juga telah
menghasilkan kebaya-kebaya cantik. Sering pula tampil di berbagai pagelaran dan
pertunjukkan.
“Kini khusus pegawai dan
siswa, produk tersebut telah menjadi pakaian resmi," katanya.
Semuanya itu berkat
ketekunan pengrajin menghasilkan produk. Motif-motif dilukis menggunakan kertas
karbon. Lalu, sulaman itu disebut dengan sulaman bayangan, karena jahitan ada
di bagian belakang kain, sehingga, bayangannya tampak dari luar.
Sulaman bayangan hasil
kerajinan tradisional asli Pesisir Selatan, memiliki bentuk dan khas
tersendiri, maka jarang ditemukan di tempat lain. Dengan khas itulah kerajinan
tradisional asli Pesisir Selatan tersebut disukai banyak konsumen di Indonesia
bahkan mancanegara.
Peminat kerajinan tangan
para ibu rumahtangga Pesisir Selatan ini lebih banyak dari mancanegara daripada
lokal. Di mancanegara sulaman bayangan diminati negara Malaysia, Singapura,
Turki dan beberapa negara berpenduduk Islam lainnya. Permintaan terbanyak yakni
Malaysia, Singapore disusul negara lainnya.
Di Pesisir Selatan,
kerajinan sulam bayangan ini berasal dari daerah Barung-Barung Belantai dan
beberapa daerah lainnya di kabupaten itu. Karena keunikannya, sulaman ini
mendapat gelar juara pertama se-Asean pada tahun 2009.
Sementara, batik tanah liek
di kabupaten itu terdapat 11 motif yakni dengan memakai potensi yang
dimilikinya, seperti potensi kelautan, maka motif yang dibuat bunga laut. Selanjutnya, kupu-kupu laut, bunga karang,
ubur-ubur dan kuda laut. Sedangkan untuk melambangkan potensi kehutanan yang
dimiliki, kerajinan tangan itu melahirkan motif seperti "kaluak paku"
"Tugas kita
sekarang adalah, bagaimana karya yang telah dipatenkan itu lestari. Penerus
pengrajin harus diciptakan, yah artinya ada kaderisasilah. Jangan sampai,
setelah dipatenkan justeru produksi minus bahkan nol," katanya lagi.
Kedepan, di Carocok akan
dibangun pula tempat untuk mempromosikan hasil kerajinan.
Potensi
Agam: Lagi-lagi Lemah di Sektor Pemasaran
Agam kaya dengan produk
usaha kecil mikro dan menengah. Namun sampai saat ini belum begitu menguasai
pasar, karena terkendali beberapa faktor. Di antaranya, masih terbatasnya
kemampuan modal usaha, dan terbatasnya kemampuan manajemen usaha. Di sisi lain,
produk Agam sulit bersaing di pasaran karena masih lemahnya sektor pemasaran.
Di sisi lain sumber daya manusia (SDM) berkualitas masih terbatas, sehingga
sulit memenangkan persaingan di pasar.
Kendati demikian, ada
beberapa produk khas yang nyaris tidak memiliki pesaing. Itulah kini yang
dikembangkan, dan dibina serius pihak terkait di daerah itu. Produk khas
tersebut laris di pasaran, sehingga perajin kewalahan memenuhi permintaan
pasar. Setidaknya kini tercatat 5.442 unit usaha kategori UKM di Agam.
Kepala Dinas Koperasi
UMKM dan Perindag Agam, Hadi Suryadi, SH, ketika ditemui di ruang kerjanya,
Jumat (2/12) mengatakan, unit usaha tersebut telah mampu menyerap 23.258 tenaga
kerja, dengan nilai investasi, keadaan 2010, Rp46 miliar lebih, nilai produksi
tercatat Rp325 juta lebih.
Unit usaha tersebut
terdiri dari industri pangan 2.186 unit, industri sandang (2.425), industri
kimia dan bahan bangunan (379), industri logam dan elektronika (172), dan
industri kerajinan (280).
Industri pangan utama
tersebar di Kecamatan IV Angkek dan Tilatang Kamang. Industri sandang di
Kecamatan IN Angkek, IV Koto, dan Sungai Pua. Industri kimia
dan bangunan di merata di seluruh kecamatan yang ada di daerah itu.
Industri logam dan elektronika
terdapat di Banuhampu dan Sungai Pua. Industri kerajinan ditekuni warga di IN
Angkek, Baso, IV Koto, dan Tilatang Kamang.
Produk khas industri
kerajinan (sulaman), yang juga sudah dinobatkan sebagai ikon kerajinan daerah
adalah suji cair, dan suji kapalo samek. Kedua produk itu memang belum
dipatenkan. Namun menurut rencana akan dipatenkan tahun 2012.
Produk khas makanan
ringan, yang kini sedang merajai pasaran Agam, dan umumnya Sumbar, adalah
keripik yang dibuat dari bahan baku ubi jalar, jamur tiram, dan beras. Keripik
dalam bentuk stick (tongkat) dari ubi jalar ungu, produksi usaha Rafifa, kini
sedang naik daun. Pemasarannya bukan hanya Agam dan Bukittinggi, tetapi sudah
merambah pasar-pasar yang ada di Sumbar.
Keripik ubi jalar ungu
tersebut diolah tanpa bahan pengawet. Namun kemasannya belum begitu menarik,
walau rasanya legit dan gurih.
Jelas Hadi Suryadi, ke
depan, kemasan akan didesain semenarik mungkin, sehingga lebih laris, dan
semakin layak dijual di swalayan terkenal di Sumbar, dan kota-kota besar
lainnya di Nusantara. Kini produk usaha tersebut baru 300 pak/hari.
“Kami akan membantu
mendesain kemasannya, sekalian membantu mencarikan pasar di luar Sumbar,” ujar
Hadi Suryadi.
Produk khas lainnya
adalah keripik jamur tiram. Produk andalan Kelompok Restu
Ibu, Kamang Magek itu dibuat dari jamur tiram. Bahan baku dibudidayakan sendiri
oleh kelompok tersebut, sehingga ketersediaan bahan baku tidak tergantung
kepada pihak lain. Dengan demikian kontinuitas produk bisa dipertahankan.
Produk makanan ringan
lainnya adalah kue panggang beras. Makanan tersebut diproduksi Nancy’s Mom,
Kamang Magek, dan laris di pasaran. Semua produk bebas bahan pengawet.
Sungai Pua dikenal
sebagai gudangnya pandai besi di Agam, bahkan sudah terkenal sejak dulu. Kini
pandai besi Sungai Pua masih bertahan, walau banyak saingan. Namun keberadaan
pandai besi semakin melemah, karena generasi muda Sungai Pua banyak yang
“enggan” melanjutkan usaha pendahulu mereka. Mereka memilih merantau, karena
dinilai lebih menguntungkan.
Di Agam belahan barat
juga terdapat usaha kerakyatan, yang terbukti telah mampu menunjang ekonomi
keluarga perajin. Di antaranya adalah usaha batu bata, dan
atap daun rumbio. Usaha batu bata terdapat di Kecamatan Lubuk Basung, dan Ampek
Nagari, dan Palembayan. Di Lubuk Basung, usaha batu bata dikelola secara
turun-temurun, seperti di Bukik Bunian, Nagari Lubuk Basung; Gantiang, Nagari
Kampuang Pinang, Padang Tongga, anak Aia Dadok, dan Kubu Anau, Nagari
Manggopoh. Di Kecamatan Ampek Nagari, usaha batu bata ditemukan di Nagari
Bawan. Sedangkan di Kecamatan Palembayan terdapat di Ngari Salareh Aia.
Sementara perajin atap
daun rumbio terdapat di Nagari Kampuang Tangah,
Kecamatan Lubuk Basung. Namun sejauh ini kedua jenis usaha rakyat
dimaksud belum menampakan perkembangan, alias jalan di tempat.
Menurut Kabid UMKM Dinas
Koperindag Agam Syafrizal, UMKM itu berpotensi untuk menggerakkan ekonomi
rakyat dan mendukung usaha sektor
agraris.
Namun diakui Dinas
Koperindag Agam bahwa mayoritas
produknya baru mampu menembus pasar lokal, memang ada beberapa yang diekspor ke
luar negeri seperti hasil sulaman dan konveksi tapi volumenya masih rendah.
Usaha ekspor itu dilakukan oleh pedagang pengantara.
Untuk menggenjot
perkembangan UMKM pihak Dinas Koperindag telah melakukan berbagai usaha seperti
pelatihan menggunakan teknologi untuk peningkatan kualitas produk, packing dan
promosi.
Belakangan dilakukan
pencatatan produk ke dalam Rekor MURI,
di antaranya 1001 gulai itiak lado mudo
koto gadang, 1001 mangkok kolak labu matua, 1908 limpiang kamang dan 1001 gulai
kapalo ikan tiku, dan akan dilakukan lagi upaya merekormurikan produk khas agam lainnya.
“Jumlah UMKM di
Agam hinga saat ini 11.360 unit. Jika masing-masing unit dirata-rata
menggunakan 3 orang tenaga kerja berarti usaha ini menyerap tenaga kerja 30
ribu lebih atau hampir 10% dari warga
Agam. Penyerapan tenaga kerja lebih besar di sektor usaha ini masih terbuka
lebar,” kata Syafrizal.
Namun demikian
perkembangan industri rumah tangga itu, masih terkesan lamban bahkan beberapa
di antaranya terancam gulung tikar
akibat kalah saing oleh produk yang sama
dari daerah lain.
Untuk mendapatkan
permodalan masyarakat dapat memanfaatkan jasa lembaga perkreditan rakyat mikro
Baitulmall Watamwil (BMT) yang telah berdiri di 82 nagari yang ada di Agam, di
samping Bank Nagari, BRI dan lembaga
keuangan lain. Cuma yang menjadi keluhan pengusaha mereka masih sulit untuk
mendapatkan kridit usaha rakyat (KUR) yang digembar gemborkan bersyarat murah. Menurut
data Koperindag UMKM Agam telah memanfaatkan dana pinjaman dari lembaga
keuangan Rp8 miliar lebih.
Potensi Payakumbuh: Ekonomi yang Ditopang Kerajinan
Potensi Kota Payakumbuh dalam sektor ekonomi kreatif cukup besar. Ribuan
industri rumah tangga yang hadir kota ini, mampu menghidupi sekian ribu orang
dan sekaligus menggerakkan ekonomi. Kota Payakumbuh ekonominya ditopang sector
informal ini.
Dalam bukunya Global Paradox (Mega Trends 2000), ekonom John
Naisbitt mengatakan,
semakin besar ekonomi dunia, maka keberadaan perusahaan
kecil akan semakin kuat. Pernyataan tersebut tidaklah keliru ketika melihat
badai krisis yang melanda Asia Tenggara termasuk Indonesia pada kurun 1997-1998
silam.
Berbeda dengan ratusan perusahaan besar yang tumbang oleh badai krisis,
berbagai usaha kecil justru mampu bertahan dan menggeliat maju. Mereka menjadi
penopang utama perekonomian Indonesia sehingga selamat melewati badai krisis
tersebut.
Data dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Koperasi/UMKM juga
menunjukkan pesatnya pertumbuhan sektor usaha kecil di Indonesia dimana
skalanya mencapai angka 99%. Pertumbuhannya pun cukup bagus dari tahun ke
tahun. Pemerintah pun memberikan perhatian yang besar kepada usaha kecil yang
terbukti tangguh dan mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Salah satu model usaha kecil yang mendapat perhatian serius pemerintah
adalah model home industry. Sebuah
model sederhana untuk memulai sebuah usaha dalam skala kecil. Model ini sangat
efektif dan efisien dimana pemilik usaha tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
menyewa tempat usaha karena usaha dilakukan di rumah sendiri.
Salah satu contoh sukses industri rumah tangga terlihat dari membanjirnya
berbagai produk Cina ke dalam pasar Indonesia saat ini dengan harga lebih murah
dibandingkan dengan barang sejenis buatan dalam negeri. Salah satu penyebab
kenapa harga mereka lebih murah adalah karena produk-produk tersebut merupakan
hasil karya industry rumah. Hampir sebagian besar rumah tangga di Cina
merupakan pelaku home industry yang
mampu memproduksi barang dan jasa berdaya saing tinggi dengan harga yang
relatif murah.
Dewasa ini, model industri rumah tangga mulai banyak dilakukan oleh pelaku usaha Tanah Air termasuk di Kota
Payakumbuh. Berbagai usaha model industri rumah tangga bertumbuhan.
Menurut data Dinas Koperindag dan UMKM Kota Payakumbuh, setidaknya puluhan
produk hasil industri rumah tangga telah ada di Kota Payakumbuh.
“Saat ini puluhan produk usaha industri rumah tangga di Payakumbuh, seperti
industri pengolahan dan pengawetan daging, minyak makan dan kelapa, kue, kerupuk,
tempe, industri batu bata, industri tepung dari padi, biji-bijian, kacang, umbi
dan sejenisnya serta berbagai bentuk industri rumahan lainnya,” ujar Drs. Indra
Sofyan, SE, MM Kepala Dinas Koperindag dan UMKM Kota Payakumbuh.
Dikatakan Indra Sofyan, Pemerintah Kota Payakumbuh di bawah kepemimpinan
sangat serius mengembangkan sektor industri rumah tangga, terlihat dengan
dicantumkannya sektor usaha kecil/industri rumah tangga di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Payakumbuh tahun 2007-2012.
“Pada poin ketiga RPJM 2007-2012 jelas dikatakan bahwa Pemerintah Kota
Payakumbuh akan melakukan pembangunan ekonomi kerakyatan melalui pembangunan
UMKM yang erat kaitannya dengan pertanian tanaman pangan, peternakan dan
perikanan,” jelas suami dari Istresnasi Widiasana ini.
Ditambahkan Indra Sofyan, pihaknya selaku instansi teknis yang bertanggung
jawab dalam sektor tersebut juga telah melakukan berbagai program kerja untuk
memajukan industri rumah tangga di Kota Payakumbuh. Keseluruhan program kerja
tersebut merupakan cerminan dari Renstra Dinas Koperindag dan UMKM, yaitu
“Terwujudnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang Tangguh, Mandiri, dan Taat
Hukum serta Pasar Sehat”.
“Setidaknya ada enam program kerja di bidang industri rumah tangga untuk mengejawantahkan
Renstra tersebut diantaranya, kita berusaha meningkatkan kapasitas iptek pelaku
usaha dalam sistem produksi, meningkatkan semangat kewirausahaan dan iklim
kompetitif mereka, meningkatkan kemampuan teknologi industri, termasuk
meningkatkan peluang ekspor usaha mereka,” beber ayah dari Aria Wicaksana, Gian
Atika dan M. Farabi ini.
Saat ini sektor industri rumah tangga di Kota Payakumbuh mampu menyerap
ribuan tenaga kerja. Menurut data yang tercatat di Dinas Koperindag dan UMKM,
sebanyak 4.496 orang tenaga kerja diserap oleh sektor ini. Dari jumlah tersebut
sebanyak 2.504 orang merupakan tenaga kerja laki-laki dan sisanya tenaga kerja
perempuan.
Seiring dengan kerja keras pihaknya dalam memajukan sektor industri rumah
tangga, berbagai prestasi pun telah diraih. Di antara prestasi tersebut adalah
Juara I Lomba K3 Dinkes Kota Payakumbuh tahun 2008 oleh yang industri rumah
tangga YOPI. YOPI juga berhasil meraih penghargaan sebagai IKM berprestasi
tingkat nasional tahun 2009.
Prestasi gemilang juga ditorehkan oleh industri rumah tangga Rendang Yet.
Pada tahun 2009, industri rumah tangga Rendang Yet keluar sebagai Juara I
Produsen Makanan Sehat tingkat nasional.
“Kita akan berupaya mendorong agar sektor usaha industri rumah tangga di
Kota Payakumbuh terus berkembang maju dan meraih berbagai penghargaan, sehingga
dengan majunya sektor ini dengan sendirinya tingkat kesejahteraan masyarakat
juga akan meningkat,” pungkas Indra Sofyan yang sehari-hari tinggal di Jl.
Lombok No. 62A Kelurahan Tanjung Pauh Kota Payakumbuh.
Di Kota Payakumbuh, terdata jenis usaha industri bordiran
sulaman dan konveksi jumlahnya mencapai 158 unit usaha, dengan serapan tenaga
kerja mencapai 259 orang. Sedangkan unit usaha kecil lainnya yang berkembang
dengan pesat di Kota Payakumbuh adalah, perabot dan barang dari kayu jumlahnya
mencapai 141 unit usaha dengan jumlah serapan tenaga kerja mencapai 496 orang.
Jenis usaha kecil menengah lainnya yang memiliki potensi
cukup besar untuk menopang ekonomi masyarakat di Kota Payakumbuh adalah bengkel
dan alsintan jumlahnya mencapai 196 unit usaha, dengan serapan tenaga kerja
mencapai 456 orang.
Menyusul usaha batu bata dari tanah liat mencapai 215 unit
usaha dengan serapan tenaga kerja mencapai 327 orang. Sedangkan jenis usaha
kecil menengah lainnya yang mendukung ekonomi masyarakat adalah, usaha makanan
ternak sebanyak 5 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 12 orang. Usaha
barang-barang dari kulit dan plastik sebanyak 16 unit usaha dengan
serapan tenaga kerja 53 orang.
Usaha industri rumah tangga lainnya yang menjadi perhatian
dan selalu mendapat bimbingan Pemko Payakumbuh adalah usaha kerajinan anyaman
jumlahnya saat ini mencapai 21 unit usaha dengan serapan tenaga kerja 49 orang.
Kemudian usaha jasa elektronik sebanyak 27 unit, dengan jumlah tenaga
kerja 45 orang.
Usaha barang dari semen sebanyak 25 unit, dengan jumlah
tenaga kerja mencapai 78 orang. Usaha barang-barang dari batu 2 unit,
dengan jumlah tenaga kerja 6 orang. Usaha pupuk 7 unit, jumlah tenaga kerja 10
orang. Foto Copy 19 unit, jumlah tenaga kerja 44 orang. Salon 10 unit, tenaga
kerja 16 orang. Penjahit 62 unit, jumlah tenaga 116 orang. Foto studio 3 unit,
jumlah tenaga kerja 15 orang. Reklame/sablon 5 unit, dengan jumlah tenaga kerja
19 orang serta produk tekstil lainnnya sebnyak 33 unit dengan serpan tenaga
kerja 86 orang.
Di samping itu jenis usaha lainnnya yang cukup berkembang di
Payakumbuh adalah sektor perdagangan seperti tembakau sebanyak 8
unit usaha, manggis 5 unit usaha, gambir 5 unit usaha dan kopi, casiavera dan
hasil bumi sebanyak 15 unit usaha.
Menurut Indra Sofyan, lokasi
pembangunan Pondok Promosi sangat strategis berada di kawasan Taman Wisata
Ngalau Indah Payakumbuh. Kawasan seluas lebih kurang sekitar 2 hektare itu
disulap menjadi komplek Pasar Tradisional Percontohan/Promosi (PTPP)
Payakumbuh.
Bisnis yang Berawal dari Pertemanan
Randang Nikmat merupakan usaha yang dirintis Oleh Pasangan
Suami-Istri, Ade Taufik dan Fahdia Ilham yang dahulunya mahasiswa D2 IKIP yang
tamat pada tahun 1983. Usaha ini mulai dirintis pada tahun 2002. Karena faktor
ekonomi yang rendah, usaha ini dimulai dengan modal yang kecil,sampai akhirnya
bisa berkembang seperti saat ini.
Awal mula berdirinya Usaha Rendang Nikmat saat Dia,
panggilan akrab Fahdia Ilham (48) guru SMP 2 Payakumbuh, mengikuti acara PKK di
Kelurahan Balai Nan Duo Kecamatan Payakumbuh Barat, tempat usaha ini sekarang
berada. Ia mempraktekkan cara membuat randang telur kepada anggota PKK.
Alhasil, banyak yang suka terhadap rendang telur yang dibuatnya, sehingga
banyak orang yang memesan rendang telur tersebut dalam partai kecil.
Sebagai seorang guru, Dia juga menawarkan rendang telur
hasil produksinya kepada teman-teman sesama guru di sekolah, ternyata di
sekolah juga banyak yang menyukai rendang telur ibu Dia. Di sinilah awal mula Dia
menjalankan usaha randang ini. Usaha randang ini pertamanya hanya menjual
rendang telur yang untuk sekali produksi hanya memakai kocokan 3 telur dan
selalu habis setiap membuat randang. Oleh karena itulah, timbul niat untuk
meningkatkan produksi menjadi 15 telur sekali produksi.
Dibantu suaminya Adek (51 tahun) yang tidak betah jadi guru
banting stir berjualan koran di terminal Angkot Sago Payakumbuh. Usaha randang
ini dipromosikan hanya dari mulut ke mulut. Lambat laun makin banyak
orang-orang yang mulai memesan randang. Kini mereka dibantu 6 orang karyawan mulai membuat
variasi rendang, tidak hanya rendang telur tetapi juga jenis rendang yang lain,
yaitu rendang suir (runtiah), rendang paru, rendang baluik, dan rendang
tumbuak.
Tahun 2004, usaha mereka mendapat pinjaman dari BRI PKBL
dengan bunga ringan sebesar Rp25 juta yang digunakan untuk membuat kemasan
rendang agar lebih bagus. Dengan memakai kemasan tersebut, permintaan terhadap
rendang semakin hari semakin meningkat. Sehingga perlu tambahan modal untuk
membuat inovasi pada kemasan agar bisa dijual keluar Payakumbuh. Pada 17
Agustus 2006, setelah mendapat pinjaman modal ringan sebesar Rp50 juta yang
digunakan membangun toko (konter) Rendang Nikmat yang terletak di Jalan
Soekarno Hatta (sebelah Kantor DPD Golkar Paayakumbuh) Kelurahan Balai Nan Duo
Kecamatan Payakumbuh Barat Kota Payakumbuh Provinsi Sumatera Barat.
Semakin hari usaha yang dirintis ini semakin
berkembang,permintaan tidak hanya datang dari dalam kota tetapi juga dari luar
kota bahkan mancanegara. Tamu-tamu dari Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga
Kota Payakumbuh maupun Limapuluh Kota pun sering kali singgah ke toko atau
langsung datang ke rumah.
Salah satu tabloid wanita yang terbit di Jakarta sering
mengunjungi usahanya. Pada tahun 2007 dan 2011, salah satu stasiun tv nasional
datang ke rumah untuk mengunjungi dan meliput cara proses pembuatan randang.
Permintaan dari mancanegara dimulai saat seorang keluarga yang mantan Dubes
berjalan-jalan ke Eropa. Kemudian memberikan rendang kepada setiap Kedubes
Indonesia di Eropa.
“Salah satu promosi yang palin mantap,” kata Adek mantap.
Seiring waktu berjalan, kami sering diikut sertakan oleh
Bank BRI dan Dinas Koperindag dan Dinas
Pariwisata Kota Payakumbuh untuk mengikuti pameran di dalam daerah,
seperti Padang dan Bukittinggi, maupun ke luar daerah, seperti Jakarta, Yogyakarta,
Batam, Pekanbaru,” tambah dia.
Tanah Datar: Besar Pasak dari Tiang
Galibnya dunia usaha
kecil, kendala utama adalah modal dan sulitnya mendapatkan pinjaman dari bank.
Di Tanah Datar, tak sedikit jumlah pengrajin industri rumah tangga yang
terkendala modal, padahal potensi untuk berkembang cukup terbuka.
Dalam memproduksi
sangkar burung, para pengrajin yang terdiri dari para kaum ibu di Nagari
Barulak, hingga saat ini masih terbentur dengan modal untuk pengadaan bahan
baku.
Warga Barulak cukup
dikenal dengan industri kecil sangkar burung yang dikerjakan sebagai usaha
sambilan oleh para ibu-ibu pada waktu senggang pada sore hari usai menggarap
lahan pertanian, namun jika dikelola dengan baik, bisa menopang ekonomi rakyat.
Untuk
memudahkan pengembangan usaha, sejak 15
tahun silam telah terbentuk organisasi, yang beranggotakan para petani yang
bergerak dalam sektor produksi yang sama, seperti industri sangkar burung,
berternak dan lain sebagainya.
Hingga saat ini
telah terbentuk sebanyak 10 buah Kelompok Usaha Bersama (KUBE ) mengelola
pembuatan sangkar burung, beternak kambing , memelihara sapi pedaging dan itik
air.
Proses pengolahan
bambu menjadi lidi-lidi kecil, bisa lebih dipacu dengan menggunakan mesin
bubut, termasuk proses pembuatan kayu racikan untuk dijadikan tonggak.
Erni, seorang
pengrajin sangkar burung di Nagari Barulak kepada Haluan menuturkan, bila
dikerjakan secara manual, untuk satu buah sangkar burung, memerlukan waktu
pembuatannya mencapai dua sampai tiga hari.
”Tapi jika kita
punya mesin bubut, mungkin bisa hemat waktu,” kata Erni. Ia mengaku, untuk
memiliki mesin bubut itu, butuh dana yang tak sedikit.
Ia mengatakan,
setiap satu buah sangkar hanya dilepas kepada pedagang pengecer berkisar
Rp20.000. Harga itu sangat tidak cocok dengan upah minimum seorang pekerja
harian lepas yang saat ini sudah mencapai Rp50 ribu dalam satu hari.
Bila dibantu dengan
mesin bubut, dalam satu hari setiap satu orang pengrajin bisa memproduksi
sebanyak empat sampai lima sangkar burung dalam satu hari.
Begitu juga dalam
usaha beternak sapi, para petani peternak mengalami kesulitan dalam pengadaan
modal, karena untuk satu ekor jenis sapi potong, memerlukan modal puluhan juta
rupiah.
Bila petani ingin
mendapatkan jenis sapi unggul seperti simental, modalnya pun lebih besar lagi.
KUBE yang telah dibentuk memang cukup membantu anggota, tapi sifatnya sangat
terbatas.
(Laporan Nasrul Azwar, Devi
Diani, Haridman Kambang, Miazuddin, Kasra Scorpi, Dodi Syah Putra, Emrizal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar