Ya, jelas surat tersebut
ditolak pedagang. Karena pedagang dan kami sebagai kuasa hukum menilai surat
tersebut bertentangan dengan hukum dan tidak punya alasan teknis dan yuridis yang dapat diterima. Surat tersebut
bertentangan dengan UU No 24 tahun 2007 Penanggulangan Bencana dan PP No 21
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Tidak punya alasan
teknis karena sampai saat ini gedung Inpres II dan III menurut hasil
pemeriksaan yang dilakukan GAPEKSINDO berdasarkan surat No
50/GAPEKSINDO/2009 tanggal 28 Oktober 209 bangunan tersebut masih layak huni.
Jika Pemko Padang tetap memaksakan kehendak untuk melaksanakan surat tersebut,
maka pedagang akan terus melakukan perlawanan melalui saluran-saluran yang ada,
baik melalui proses di luar maupun dalam pengadilan.
Kamis, 31 Oktober 2013
WAWANCARA DENGAN KHAIRUL FAHMI: Pedagang Akan Terus Melakukan Perlawanan
'PR' BESAR WALIKOTA TERPILIH: Pedagang Pasar Raya Versus Pemko Padang: Bak Api dalam Sekam
Pasar Raya Padang (Foto: Net) |
Persoalan Pasar Raya memang tak pernah kunjung
usai. Pemerintah Kota Padang dinilai semena-mena. Kini masalahnya seperti
lingkaran setan. Siapa yang diuntungkan?
Matahari
sudah agak rebah ke barat. Puluhan pedagang berkelompok-kelompok di Komplek
Gubernuran Provinsi Sumatera Barat. Lorong dan langkan bangunan yang serupa
ruang pertemuan itu, pedagang tampak mengelongsorkan kakinya seperti rehat. Wajah
mereka juga terlihat lelah.
Selasa, 29 Oktober 2013
Televisi, Perempuan dan Wacana Posfeminisme
OLEH Yetti A.KA
Sastrawan
Yetti AKA |
Era globalisasi memiliki relevansi
dengan kebebasan berekspresi. Pada zaman ini orang-orang merayakan kediriannya
dengan bermacam-macam cara. Keadaan ini ditunjang pula oleh akses informasi dan
fasilitas yang tersedia, terutama di kota-kota besar. Orang-orang dengan mudah
mendapatkan apa yang ia inginkan. Situasi ini dijawab oleh hadirnya berbagai
teknologi sebagai pendukung euphoria itu.
Salah satu teknologi yang paling
digemari masyarakat adalah televisi.
Televisi jelas memiliki daya tarik luar biasa, di samping menimbulkan pengaruh
yang tidak bisa dianggap sepele. Dari televisi orang bisa mengetahui dunia lain
tanpa perlu datang ke sana. Televisi juga bisa membuat orang berada pada
ketaksadaran yang mengasyikkan, tempat di mana orang melupakan rasa sakit;
kemiskinan, pengangguran, harga-harga sembako yang mencekik, dan biaya sekolah
yang mahal (dalam iklannya boleh gratis).
Mengintegrasikan Minangkabau di Perantauan
OLEH Wannofri
Samry
Pengajar di FIB
Unand
Karatau madang
dahulu, babungo babuah balun,
marantau bujang
dahulu, di kampuang baguno balun.
Wannofri Samry |
Itulah ungkapan orang
Minangkabau yang turut mendorong mereka pergi merantau. Karena
mereka belum bisa memberikan sesuatu untuk kampung halaman secara mendalam, maka mereka
pergilah merantau. Alasan dan tujuan mereka pergi merantau memang
bermacam-macam. Ada yang bertujuan memenuhi keperluan ekonomi dan
ada juga yang bermaksud menambah ilmu pengetahuan. Namun setiap perantau Minangkabau
pastilah berhubungan juga kampung halamannya pada suatu masa. Walaupun mereka
sudah tua dan beranak cucu, dan sudah berjaya di rantau mereka tetap ingin
mengabdikan diri mereka untuk kampung halaman, baik secara moril maupun secara
materil.
Begitu pula kesan
mendalam yang kami jumpai ketika bertemu dengan seorang tokoh Minangakabau,
Dato Haji Kaharudin bin Momin generasi kedua
di Gombak, Selangor Malaysia. Beliau sebelumnya pernah menjawat Wakil
Menteri Besar Negeri Selangor. Beliau ini sedang merancang sebuah Rumah Adat
Minangkabau di kawasan Gombak, yang akan ditegakkan pada tanah seluas dua
hektare.
[TER]PENJARA DI PADANG: (Menyerap Inti Tesis Master Deddy Arsya pada Program Studi Ilmu Sejarah Unand 2012)
OLEH Zelfeni
Wimra
Sastrawan
Deddy melatari penelitiannya
dengan beberapa hal. Pertama, persoalan penjara masih menjadi persoalan
yang hangat diperbincangkan pada satu dasawarsa awal abad ke-21 ini. Sejak tahun
1995, penjara memang telah berganti nama menjadi Lembaga Pemasyarakatan. Dalam
konsep pemasyarakatan, penjara bertujuan menyiapkan para terhukum untuk dapat
kembali ke jalan orang ramai. Penjara dalam hal ini diidealkan mampu memulihkan
akhlak narapidana untuk dapat diterima kembali di tengah masyarakatnya.
Namun, setelah itu penjara
justru masih memunculkan berbagai permasalahan seputar dirinya sendiri. Tidak
jarang penjara dipinalti: “gagal menjalankan fungsinya”. Kesangsian itu lahir
karena penjara yang diidam-idamkan sebagai penyelamat sosial itu malah mencetak
penjahat-penjahat baru. Narapidana kasus copet setelah keluar dari penjara
mendapat ilmu merampok. Narapidana kasus teror setelah dipenjara menjadi lebih
mahir merakit bom. Narapidana kasus pemakai sabu ketika masuk penjara bertambah
kepandaian menjadi pengedar dan bandar. Penjara dengan ini seolah
bertransformasis menjadi ‘sekolah tinggi’ bagi para kriminalis.
Dilema Pemerintahan Nagari ‘Hadiah’ Reformasi
OLEH Suryadi
Dosen & peneliti Leiden University Institute for Area Studies, Leiden,
Belanda
Suryadi |
Berkat reformasi kita di Minangkabau telah kembali ke
sistem Pemerintahan Nagari. Namun rupanya sistem Pemerintahan Nagari ‘hadiah’
Reformasi itu telah menghadirkan kultur politik deviant yang kurang sehat di lingkungan nagari-nagari dan
mengandung banyak virus konflik (kepentingan). Pemerintahan Nagari yang
dipraktekkan sekarang tidak merepresentasikan spirit dan karakter budaya
Minangkabau, dan tidak memenuhi harapan masyarakat Minangkabau, sebagaimana
terefleksi dalam ramai wacana publik di berbagai media, baik di kampung maupun
di rantau. Setelah 12 tahun masyarakat Minangkabau kembali ke pemerintahan
nagari, ternyata kehidupan ber-nagari tidak lebih baik (Haluan, 22-1-2012).
Mungkin tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa kesempatan
untuk menjemput kembali spirit dan filosofi kehidupaan ber-nagari ala
Minangkabau melalui pencanangan ‘Baliak
ka surau ka nagari’ di Zaman Reformasi ini, yang dulu dibonsai oleh Rezim
Orde Baru, tampaknya telah disia-siakan oleh masyarakat Minangkabau dan para
pemimpinnya.
Pertempuran dalam Ruang Tradisi
OLEH Deddy Arsya
Sastrawan
Deddy Arsya |
Tujuh gelombang rombongan (semuanya
laki-laki) secara bergantian telah naik dan turun dari rumah tempat perhelatan
dilangsungkan. Sebentar tadi, masih tinggal dalam pandangan, sebelum rombongan-rombongan
undangan dapat menyantap hidangan, mereka harus ‘melayani’ tuan rumah berbalas
pantun. Mulanya masing-masing pihak memberi penghormatan dengan kalimat-kalimat
berkias yang panjang, menyampaikan maksud kedatangan dan maksud undangan, dan
seterusnya. Setelah makan, untuk dapat turun dari rumah itu, rombongan undangan
pun mesti minta izin kepada tuan rumah, dengan kalimat-kalimat yang metaforik
pula tentu saja. Berbalas pantun yang bisa lama bisa sebentar, tergantung
kemahiran kedua belah pihak ber-retorika. Dan kini acara pantun-memantun itu
telah usai setelah rombangan ketujuh.
Semenda
CERPEN Joni Syahputra
Sumber: tegarseptyan.wordpress.com |
Tamu agung itu sepertinya tersinggung. Baranjak secara
tiba-tiba dari tempat duduknya. Berdiri. Tanpa mengatakan sepatah katapun,
langsung pergi, tanpa pamit kepada tuan rumah.
Perempuan paruh baya, si tuan rumah, jadi salah tingkah. Belum
meyadari apa yang membuat si tamu tersinggung, beranjak menuju pintu. Tetapi sang
tamu agung sudah menghilang.
Gelisah, mondar mandir ke sana kemari. Sama sekali dia
merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Bingung. Ingin segera menyusul keluar,
tetapi, Johan, si tamu agung itu, sudah menghilang di balik tikungan. Ia pergi
bergegas. Beruntung sebuah bus lewat. Tangannya menggigil. Teriakan kondektur
bus memanggil penumpang tidak dihiraukannya lagi. Ia mencoba memicingkan mata
beberapa saat. Ingin menghilangkan kegundahan di hatinya.
PUISI Deddy Arsya
Cinta Musim Panas
Kau boleh mencintaiku dengan rasa jijik
yang terus-menerus naik ke tenggorokanmu.
Aku akan membajak luas sawahmu, menjadi sapi,
atau kerbau untukmu.
Jika bosan kau boleh membuang aku di simpang jalan
entah di mana. Aku bisa pastikan tak ada yang akan
membawaku kembali ke sisimu.
Kau pernah membuang kucing yang suka berak di kasur,
di meja makan, di lemari pakaian,
tapi kembali lagi ke rumahmu, bukan?
Itu tak akan pernah terjadi—aku janji.
Kita akan bahagia disiram cahaya
matahari jam tujuh pagi,
kita akan bahagia memiliki rumah
yang bukan milik pribadi.
Kita hanya perlu numpang di bumi ini
seperti kata orang-orang, dengan lampu 15 watt
yang sering terlambat kita matikan,
sumur yang airnya berminyak,
atau induk semang yang pemberang.
Aku tidak makan terlalu banyak, percayalah,
ibumu tak akan susah memasak.
Aku mau makan apa saja dari periukmu,
bahkan jika kopi pagi kita adalah air dari hitam
kerak nasimu.
Aku akan bangun pagi dan tak akan tidur lagi
setelah sembahyang subuh.
Dan kau boleh anggap aku
mesin tak berguna yang gampang rusak.
Aku akan menghabiskan banyak uang
membeli kebahagiaan di toko pakaian,
gelanggang bergoyang, medan pacu kuda
hanya untukmu.
Aku surukkan nasib burukku dalam
keranjang belanja dan riuh pasar.
Biar saja orang kata: “Jika para pedagang kaki lima
menggelar isi perut mereka di meja parlemen,
menuntut kantor DPR pindah ke rumah bordir,
maka betapa celakanya sajakmu ini, wahai penyair,
yang berbicara jus dan kesepian!”
Aku tiada peduli, aku akan pindah ke rumah lain,
dan sepetak tanah halaman lain, sehabis tahun ini.
Kita akan menanam markisah, bukan?
dan minum jus terung pirus
seperti makan pokok tiga kali sehari.
Anak-anak kita akan menguap bersama udara,
menjadi langit hitam dan hujan yang jatuh ke perut bumi.
Aku akan menulis undangan di pesbuk:
“Aku akan beristri petani seledri
habis hari raya ini. Kami akan harum
sepanjang tahun, kami berbunga
di musim apa pun.
Anak-anak kami dari kulit kayu,
cendawan tak beracun, dan rintik hujan.
Rumah kami cangkang kura-kura,
kepak hulu dan diam muara,
sunyi daratan dan riuh ombak.
Istriku bekerja keras, aku suka api nyala
dari dapur biasa saja,
anakku kelak cinta nasi dan lauk seadanya!”
Hah, aku tak mengejarmu, kau tak perlu lari.
Di tanganku tak ada pedang, aku tak suka perang.
Jariku terkelupas, tapi tak akan serupa monster.
Tapi aku kata: mari, sayang, mari!
Genggam tanganku erat sekali.
Aku anjing tak menyalak,
Aku sunyi dalam sajak.
Pekasih Cirit Anjing
CERPEN Indrian
Koto
“Minyak aku situang-tuang, dituang dalam kuali. Bukan aku
berminyak seorang, beserta bulan dan matahari. Asam limau purut asam lima
sanding, ketiga asam limau lungga. Menurut si Mega seperti anjing, menangis
tidak akan kubawa. Berkat lailah hailallah. Huallah…”
Aku melafazkan kalimat itu pelan-pelan sambil meniupkan ke
minyak rambut merek Lavender biru-pekat di tangan sebelum menggosokan ke
rambutku.
Sisir bermerek Tancho hitam dan rapat menggaruk kepalaku
yang licin. Kusisir ke samping, ke depan, ke belakang, subhanallah,
rebahnya bagus. Aku menatap kaca yang selebar telapak tangan, memperhatikan
betul-betul wajahku di sana. Apakah minyak Lavender ini yang telah membuat
rambutku begini patuh, atau kekuatan mantera telah menggerakkan semesta tunduk
kepadaku?
PUISI Isbedy Stiawan ZS
DI BAWAH BATU YANG BATAL TERBANG KE LANGIT
jika matahari terbangun di pagi ini
sedang kau masih terpejam
apakah burungburung di di pohon
akan tetap
menunggumu sambil
berkicau
tentang siang nan benderang?
kau akan
abai pada pakaianmu
yang masai.
harapan sangsai
ataupun
senyuman sebagai lambai
: entah pagi mana lagi akan mengantarmu
pada
ketinggian cahaya?
di kota yang
tak pernah gelap
di bawah batu yang batal terbang ke langit
beri aku
waktu untuk melepas pakaianku
untuk menerima
segala cahaya
13/04/11
Firasat
CERPEN Ilham Yusardi
(I)
“Niar, kau lihat hape?”
Bahar menyonsong istrinya yang berada di dapur. Niar sedang mengaduk gula dan
kopi, membuatkan minuman pagi buat suaminya itu. Sejenak Niar menoleh,
menangkap wajah suaminya menyembul separuh badan di pintu yang menghubungkan ruang
tengah dan dapur rumah. Niar agaknya sedikit heran dengan kelabat lakinya.
“Hape Uda? Tidak. Tapi, biasanya sebelum tidur, kan Uda taruh
di dekat lemari kaca kamar. Tentu masih di situ.” Niar
kian keheranan lihat laku suaminya. Tidak biasanya, pagi-pagi ia menanyakan
hape. Lagi pula hape yang dibelikan Lara itu, putri tunggal mereka yang
sekarang bekerja di ibu kota, memang jarang berbunyi. Hape itu baru seminggu di
tangan Bahar. Ia sangat senang sekali. Ia terisak tangis waktu menerima hape
itu dari tangan Lara. Ia bersuka cita sekali bukan karena hapenya, tapi Bahar terharu
lagi karena itulah pemberian pertama Lara dari hasil jerih peluhnya bekerja. Ia
bangga dengan pemberian itu. Padahal, ia tiada pernah meminta di balas budi
sedikit pun dari anaknya itu. Malahan ia sangat khawatir Lara yang tidak mau
lagi meminta atau menerima uang darinya selepas ia tamat dari kuliah.
Minggu, 27 Oktober 2013
Pembunuhan
CERPEN Delvi Yandra
Di sepanjang trotoar, aku melangkah gontai dengan map
yang selalu kubawa ke pintu-pintu perusahaan. Tak satu pintu pun pernah
membentuk wajahku jadi lebih baik serupa lengkung senyum orang-orang
kebanyakan. Penawaranku selalu ditolak sebab alasan yang tidak jelas. Tidak
sesuai dengan perkiraanku padahal aku berjanji akan jadi pekerja yang baik
kalau perusahaan berkenan menerimaku. Tapi kenyataannya, tak satu perusahaan
pun berbaik hati padaku. Tak satu pun.
PUISI Nurfirman AS
Musim
Sunyi
musim ini adalah bagian daritingkah diam yang usang
yang menjelma nasib pada ruang-ruang tunggu
dan potongan jarak antara gerimis yang menemui rapuh
sebuah kepingan episode dalam kamar ilusi
dari kejamnya imajinasi orang-orang lalu
yang menancapkan bekas-bekas luka
dengan air mata yang tertahan di tenggorokan
dan suara isak yang luruh dari paru-paru yang menemui
sesak
kesendirian telah merenggut jiwa-jiwa para petapa
dan dalam keramaian, mereka sibuk sendiri
memilah sisi-sisi
yang terbentang antara realita sosial dan ruang imaji
tentang musim, suara-suara dari keheningan
terlihat lebih baik
dan sikap diam
adalah jalan terbaik
rumahteduh,
Januari 2012
PUISI Fajry Chaniago Ms
Rumah Sakit
putih ketika kesucian
putih pada
kematian
Padang, Mei 2012
matahari
mengeluarkan darah
dan kau berteriak
hingga ke perut bumi
memecah sunyi
kenikmatan
Padang, Mei 2012
Bingkuang Si Padang
OLEH Alizar Tanjung
Lelah Mengejar Engkau" (Hajriansyah) |
Ketika Padang memutuskan
tinggal di kotanya, dia telah mempertimbangkan segala sesuatu yang berhubungan
dengan darah, daging, dan tulangnya. Darahnya darah Padang. Dagingnya daging
Padang. Tulangnya tulang Padang. Dia telah mempertimbangkan baik dan buruknya
tinggal di Kota Bingkuang. Tinggal bersebelahan dengan Emmahaven yang kini telah
berganti nama dengan Teluk Bayur. Tempat ‘orang rantai’ yang telah almarhlum
mengalirkan keringatnya demi membangun Emmahaven di tahun 1890. Tempat para
buruh yang tak berijazah Sekolah Dasar mengadu nasibnya mengangkut barang impor
dan ekspor. Telah ia kaji untung dan rugi. Sampai hal sedetil-detilnya,
seumpamanya nanti ia benar-benar menjadi petani bingkuang yang miskin. Sebab
bingkuang hanya laku 5.000 rupiah satu ikat. Kalau ada yang 10.000 rupiah satu
ikat hanyalah karena peruntungan baik saja. Dia telah mempertimbangkan pula
kemungkinan terburuk suatu hari entah kapan ia akan menjadi lelaki lapuk
bersama musnahnya bingkuang dari kotanya. Sebab mucikari tanah yang berlomba-lomba
membangun proyek; gudang penumpukan, bulk cargo, mol, hotel, restoran siap saji
di kotanya.
PUISI Zelfeni Wimra
ubun-ubun bau pisang batu
masak
tiba-tiba aku serasa mencium bau pisang batu masak
ketika mendekap ubun-ubunmu
“lihat mataku. ada barisan anak cabe rawit; abu
jerami beterbangan; lendir biji cokelat; dan tangkai cangkul dari cabang
surian…”
senyummu menukik ke dalam tangisku
sesuatu yang menyenangkan telah meremangkan
ubun-ubunmu
tubuhku serasa mengerdil
meronta dalam buaian bayi tujuh bulan
kedipan terakhirmu begitu riang
mengajakku mencandai boneka musang
sebelum gelap, kikis lagi pisang batu masak
dengan ujung sendok teh itu
suapi aku
suapi aku
2010
PUISI Riza Jhulia Santhika
Mengerti Lelaki
Memangku
lelaki, sejauh percumbuan tak kunjung
memberi arti. Meneteki lelaki, mulutnya terkelupas
saat lepas
membuahi janji; Pergilah imajinasikan
tubuhku,
kiranya itu yang paling kau ingini.
Seperti lelaki,
apa yang dimengerti dari mimpi?
nafsu gila. Menimang jakun kemana-mana
menjajakan dari bibir menjadi cibir, merata dan
mudah saja diterka.
Menjadi lelaki, apa yang kau lakukan agar berarti?
ya, tentu ya.
Lelaki, menjadi tersebut sudah lebih
cukup bangga berdiri. Kapansaja ingkar, kapansaja
bercinta
dan kapanlagi?
“Membuahi birahi dengan serangkaian prosesi, aku
menghibur
jadi penari
telanjangnya. Anggap saja lupa diri”
Padang 2011
PUISI Irmadani Fitri
Hujan Ini
Barangkali hujan-hujan ini air mata orang-orang yang
merindu
rindu-rindu yang dibawa angin lalu dan jadi gabak di hulu
mungkin rinduku, rindumu, rindu kita
ah..mataku jadi kering menatap waktu kepulangan
hingga kini tanyaku menghujan
mengapa akhir-akhir ini sering hujan?
apa terlalu bayak yang merindu?
dan bagaimana bisa makin jauh jarak makin deras rindu?
Barangkali hujan-hujan yang sering jatuh dikeningku
adalah rindumu
aku jadi kalut, air di mataku jatuh satu-satu
mungkin juga jadi hujan dan jatuh dikeningmu
jika benar hujan-hujan ini adalah air mata orang yang
merindu
menderaslah hujan biar deras rindu.
Jendela di Kamar
CERPEN Amelia
Asmi
Di kamar aku melihat jendela itu terbuka. Jendela kayu
bercat biru. Ada wanita di balik jendela itu. Perempuan mengenakan baju biru
berkerah V. Aku tak tahu bawahan yang dikenakannya. Pasalnya tertutup tembok
yang menghalang.
Rambut wanita itu dikepang dua. Di dagunya terdapat tahi
lalat. Ia menatap lama ke arahku. Kadang bibirnya melengkungkan senyum. Tapi
lebih sering bibirnya terkatup lalu matanya yang bergerak liar. Jauh menatap ke kamarku. Menjelajahi setiap
sudut kamar. Bila ada yang aneh, maka tawanya berderai. Aku sering salah
tingkah dibuatnya.
Pagi ini tak ada kegiatan. Hari menunjukkan pukul enam
pagi. Harum embun merebak di kamarku. Sebelum membuka jendela kamar aku
putuskan untuk membuat secangkir teh. Aku seduh teh hangat, nikmat rasanya.
Jendela kamar kubuka. Tak cukup hitungan menit, jendela biru itu pun terkuak.
Wanita itu masih mengenakan baju yang kemarin. Baju kaus berkerah V warna biru.
Ia melihat ke cangkir yang sedang aku pegang. Sepertinya ia ingin mencicipi teh
yang kubuat. Aku tersenyum, ia balas senyumku. Lama kami saling memandang.
Hingga embun kering di rumput, mentari hadir. Teh dalam gelas pun telah habis.
Ia masih berdiri di balik jendelanya.
Kaba Si Ali Amat
PENGANTAR
KABA SI ALI AMAT ini disalin dari kitab
beraksara Arab-Melayu berbahasa Melayu-Minangkabau terbitan P.W.M. Trap. Leiden
tahun 1895 yang dicetak dengan tehnik lithografi. Dapat dipastikan, sebelum
mencetak kitab tersebut tidak dilakukan pembenahan, terlihat dari banyaknya
penulisan kata yang salah dan tidak konsisten.
Umumnya penulisan kitab beraksara Arab-Melayu
jaman silam yang tidak bertitik koma, seolah berbentuk seuntai kalimat yang
amat panjang, maka dalam menyalinnya ke huruf Latin, kita jadikan
kalimat-kalimat pendek dengan sedikit pembenahan dengan maksud memudahkan para
peminat membacanya. Selamat membaca!
Anas Nafis
KABA SI
ALI AMAT
Dicabiak
kain dibali,
Dicabiak
sahalai deta,
Mamintak
tabiak kami banyanyi,
Nyanyi
taliriah jadi kaba.
Banda
urang kami bandakan,
Padi
barapak di pamatang,
Disaok
daun jarami,
Kaba
urang kami kabakan,
Antah
talabiah jo takurang,
Hanyo
parintang-rintang hati.
Kaik
bakaik rotan sago,
Takaik
di aka baha,
Tabang
ka langik tabarito,
Jatuah
ka bumi jadi kaba.
POLITIC OF MEMORY: Sjafruddin Prawiranegara dalam Dua Zaman: PDRI dan PRRI
OLEH Mestika Zed
Guru Besar Ilmu Sejarah dan
Direktur Pusat Kajian Sosial-Budaya & Ekonomi (PKSBE), Universitas Negeri
Padang
Mestika Zed |
SEJARAH memerlukan
peristiwa. Peristiwa memerlukan tokoh. Dan tokoh harus tewas dalam peristiwa.
Bagi yang tidak tewas dalam peristiwa, nasibnya akan dipertimbangkan lewat
sejarah.
Masalahya sejarah yang
mana? Sejarah formal? Atau sejarah publik?
Oleh karena politik yang
mendefinisikan syarat-syarat menjadi tokoh ”pahlawan” didasarkan pada ideologi,
maka ia menjadi urusan ”politik ingatan” (politics
of memory) rezim yang berkuasa. Dalam konstruksi ”politik ingatan” semacam
itu, ada tokoh yang harus diingat dan diulang-ulang mengingatnya, bahkan dengan
berbagai cara (buku, film, bangunan dan arsip), dan pada saat yang sama ada
pula yang wajib dilupakan. Ada tokoh yang pada suatu zaman dielu-elukan,
kemudian hilang atau dihilangkan dari peredaran memori bangsa. Mengapa bisa
demikian?
PEMENTASAN KOMUNITAS SENI HITAM PUTIH: Tangga, Membangun Narasi Kultural Sendiri
OLEH Esha Tegar Putra
Pementasan Tangga (Foto Rivo) |
Seusai pertunjukan teater berjudul Tangga yang dipentaskan Komunitas Hitam-Putih
di Teater Utama Taman Budaya Sumbar, Minggu (23/9/2011), sebagian permerhati
teater berpandangan bahwa kekuatan masing-masing bangunan (aktor, penari,
pemusik) dalam pementasan tersebut telah mengaburkan warna ‘Yusril’ selaku
sutradara.
Sebagian lagi berpendapat, karena proses
pencarian estetik panggung telah membuat peralihan makna dari naskah yang
berawal teks naratif puisi Tangga
Iyut Fitra tersebut: menghancurkan sebuah sejarah lantas membangun sejarah yang
baru… (mengutip pandangan S Metron M).
Langganan:
Postingan (Atom)
Kristenisasi di Ranah Minang
Foto: Kompasiana Pemeluk Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...
-
Saldi isra Saldi Isra, SH, MPA, anak muda yang energik. Dosen pascasarjana program studi hukum Universitas Andalas, Padang, adalah ahli huku...
-
Foto: Kompasiana Pemeluk Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...
-
Ombak memecah kecil-kecil di bibir pantai. Desau angin pagi terasa mencubit kulit, agak dingin. Ketika salat Subuh baru saja selesai ditunai...