Jumat, 20 September 2013

Musik Islami Minangkabau dalam Fenomena Budaya Populer

OLEH Ediwar Chaniago
Direktur Pascasarjana ISI Padang Panjang
Sepasang seniman tradisi Minang salawat dulang (Foto Dok) 
Budaya populer bukanlah suatu fenomena baru. Ia merupakan persambungan daripada budaya rakyat, yang menjadi milik rakyat. Budaya populer (populer culture) merupakan salah satu budaya yang pernah berkembang di Amerika kurang lebih satu abad yang lalu sebagai mass culture atau seni budaya massa. Demikian juga seni populer (populer art), yang sering juga disebut dengan seni pop cenderung dipandang sebagai seni yang menyimpang dari pola kebudayaan yang sudah mapan, bahkan sering disebut sebagai perkembangan budaya prematur.
Oleh sebab itu apabila kita berbicara tentang seni populer, maka senantiasa menunjuk pada hasil dan tingkah laku budaya (termasuk seni) yang dianggap tidak termasuk kebudayaan yang mapan dan hanya bersifat sementara. Ignas Kliden lebih menegaskan lagi bahwa seni populer lebih dianggap sebagai kebudayaan seketika, karena mudahnya diterima dan dinikmati, tetapi mudah pula dilupakan oleh banyak orang, sering dianggap kurang berbobot apabila dibandingkan dengan kebudayaan tinggi (high culture). Seni (musik) populer itu mudah dicerna dan diserap orang, target publiknya bersifat massal. Apabila diperbandingkan sifat tersebut sangat berbeda dengan kebudayaan tinggi yang butuh waktu pemahaman dan perenungan dalam menerima kebudayaan dan atau kesenian tersebut.
Pada masa kini masyarakat Melayu sedang menghadapi suatu era baru yang dikenal dengan era maklumat dan komunikasi global, kebudayaan tradisional (termasuk kesenian) mendapat persaingan hebat untuk melawan dirinya sendiri untuk bertahan atau berkembang. Kesenian yang berkembang hari ini telah banyak mengalami pergeseran fungsi. Kesenian tradisional yang semula melekat dengan adat dan agama cendrung dikembangkan menjadi kesenian tontonan, dan bahkan sebagai propaganda. Ikatan-ikatan  estetis antara elemen-elemen tradisional dengan kebudayaan baru menuju budaya populer yang moden bagaikan peristiwa perlawanan budaya yang sulit diantisipasi.
Akibat daripada perkembangan teknologi maklumat dan komunikasi tersebut telah menembus sendi-sendi kehidupan masyarakat Melayu nusantara dalam mempermudah hubungan manusia dengan dunia luar. Manusia dapat menikamti berbagai peristiwa yang terjadi  melalui media komunikasi dan informamsi yang berteknologi moden dalam masa sekejap saja, seperti televisi, internet, video-video  melalui media player dan sebagainya. Hal ini membawa pengaruh pada setiap individu masyarakat kearah persepsi dan apresiasi kesenian sebagai media pendidikan dan hiburan berwawasan global.
Seni tradisi Minang, indang yang kental nilai islami
Pada kesempatan ini, penulis akan melihat kasus musik tradisi islami Minangkabau yang secara langsung mahupun tidak telah banyak mendapat pengaruh daripada pelbagai budaya musik yang berkembang menuju budaya populer. Kehadiran jenis kesenian ini pada awalnya merupakan realisasi dari sistem pendidikan tradisional di surau dalam rangka mengembangkan ajaran agama Islam oleh para ulama-ulama pada masa lampau, namun dalam perkembangannya, musik islami Minangkabau dewasa ini telah terjadi suatu transformasi menjadi kesenian  yang berorientasi populer.
Adapun jenis musik tradisi islami Minangkabau yang masih berkembang hingga hari ini dan mendapat pengaruh besar daripada musik populer adalah seperti, zikir rebana, salawat dulang, dan indang piaman. Jenis-jenis kesenian ini masih ada yang kekal mempertahankan ciri-ciri utamanya sebagai syiar keagamaan, namun ada pula yang sudah mengalami transformasi menjadi kesenian rakyat menyesuaikan diri dengan perkembangan kesenian modern, menuju budaya populer.
Pengkajian ini merupakan kelanjutan daripada tiga babak proses transformasi musik islami Minangkabau (budaya surau, budaya rakyat, dan budaya populer). Tujuan pada penulisan ini adalah untuk mengungkap eksistensi musik tradisi islami Minangkabau dalam fenomena budaya populer. Hingga kini masih ada musik islami Minangkabau yang kekal mempertahankan nilai-nilai keagamaan yang sudah mapan, namun ada pula yang berubah dengan lebih memilih estetika kreasi. Maksudnya, musik islami pengaruh budaya populer direncanakan dan dibuat tidak lagi menurut dorongan kreativitas dari dalam, untuk mencapai cita nuraninya, melainkan menuruti citarasa dan kemauan publik. Keindahan musik populer tidak lain dari kemampuan untuk memenuhi dan permintaan massa dan kepuasan cultural. Keindahan disini bukanlah sesuatu yang berhadapan dengan kriteria formal para kritikus, melainkan berhadapan dengan keperluan nyata dari publik.
Fenomena Budaya Populer
Pada mulanya musik islami Minangkabau tumbuh dan berkembang terbatas di persekitaran surau saja dalam proses penyebaran dan pendidikan Islam tradisional. Kehadiran musik islami merupakan penyempurnaan perpaduan antara keindahan dan kebenaran. Hakikinya, keindahan itu selalu berasaskan kepada moral Islam, yaitu nilai-nilai baik dan buruk mengikut etika dan estetika Islam, manakala kebenaran adalah puncak dari keindahan.
Pada awalnya tema utama penyajian musik islami berhubungan dengan masalah akidah yaitu perasaan cinta sedalam-dalamnya terhadap Allah S.W.T, dan cinta terhadap Nabi Muhammad SAW. Manakala tema pendukung berhubungan dengan masalah amal ibadah yang merupakan tuntunan hidup dari dunia sampai akhirat nanti. Dengan demikian, materi penyajian musik islami Minangkabau menyangkut perpersoalan dunia dan akhirat, meliputi masalah riligiusitas dan sosial dengan segala seluk beluknya.  Sesuai dengan misi penting sebagai dakwah Islamiah, maka penyajiannya dapat mendatangkan spirit masyarakat untuk beribadah dan bertingkah laku sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam dan adat istiadat Minangkabau, sesuai menurut landasan ideal ”Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah”.
Pada masa kejayaan surau (budaya surau) (diperkirakan sampai menjelang tahun 1960-an), perkembangan musik islami lebih mengarah kepada penyempurnaan pola hidup di dunia dan menuju akhirat. Seni bercirikan Islam (khususnya musik) pada masa itu lebih mengutamakan kehalusan rasa dan pikiran. Pada setiap kegiatan syarak disegarkan dengan kegiatan kesenian  bercirikan Islam. Musik islami lebih mengutamakan hubungan antara sesama manusia dengan Maha Pencipta (Allah) menuju keakhirat, sehingga segala daya upaya manusia  dalam menciptakan “keindahan’ selalu berasaskan kepada moral Islam, yaitu nilai-nilai baik dan buruk menurut etika dan estetika Islam.  Oleh itu, peranan guru-guru surau dan muridnya dalam menyajikan syair-syair bercirikan islami bukanlah sebagai satu keperluan hiburan saja, lebih dari itu mengajak umat kepada kebaikan, dan menghindarkan  diri dari kemudharatan.
Selanjutnya, semenjak periode 1970-an, kehadiran lagu-lagu pop Indonesia, pop Minang, pop Melayu dan dangdut sangat berpengaruh besar dalam dunia musik islami Minangkabau, disusul dengan pengenalan kaset yang juga memberikan kontribusi kepada timbulnya cita rasa musikal baru. Kecuali itu, acara-acara kesenian di layar televisi yang menyiarkan lagu-lagu pop dan dangdut lebih dapat memenuhi keperluan hiburan dan menjadi perhatian yang menarik bagi masyarakat. Tayangan-tayangan televisi tersebut telah mengubah alam bawah sadar, sensitivitas, dan persepsi masyarakat terhadap apresiasi musik hiburan.  
Selanjutnya, semenjak periode 1970-an, kehadiran lagu-lagu pop Indonesia, pop Minang, pop Melayu dan dangdut sangat berpengaruh besar dalam dunia musik islami Minangkabau, disusul dengan pengenalan kaset yang juga memberikan kontribusi kepada timbulnya cita rasa musikal baru. Kecuali itu, acara-acara kesenian di layar televisi yang menyiarkan lagu-lagu pop dan dangdut lebih dapat memenuhi keperluan hiburan dan menjadi perhatian yang menarik bagi masyarakat. Tayangan-tayangan televisi tersebut telah mengubah alam bawah sadar, sensitivitas, dan persepsi masyarakat terhadap apresiasi musik hiburan.
Menyikapi kondisi demikian, sebagian seniman dan masyarakat pencinta seni pertunjukan musik islami tidak hanya tinggal diam begitu saja, akan tetapi berusaha mengambil inisiatif untuk mengembangkan musik islami menjadi seni pertunjukan yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang lebih luas. Salah satu cara yang ampuh adalah dengan mengadopsi lagu-lagu pop tersebut menjadi bagian dalam struktur lagu musik islami Minangkabau, seperti mengadopsi melodi-melodi lagu melayu dan qasidah. Dalam hal ini berkaitan dengan cara penyusunan elemen-elemen musik, sehingga melahirkan suatu nuansa musikal yang bersifat islami. Hal ini membuat suasana pertunjukan musik islami lebih hidup dan bergairah.
Patut ditegaskan bahwa budaya populer yang berkembang dalam masyarakat Sumatera Barat hari ini merupakan kesinambungan daripada unsur–unsur budaya Islam tradisional di surau-surau. Oleh itu keadaan dan sifat budaya populer peringkat awal tidak sepenuhnya dapat disamakan dengan ciri–ciri budaya populer dalam masyarakat urban industri. Namun begitu ciri–ciri budaya populer hari ini cukup berbeda bila dibandingkan dengan ciri–ciri budaya rakyat tradisional sesuai dengan pencapaian masyarakat pada masa yang dilaluinya.
Pengadopsian lagu-lagu baru dan peristiwa yang aktual merupakan bahagian penting dalam pertunjukan  musik islami Minangkabau hari ini. Fenomena ini terlihat dengan semakin banyaknya kelompok musik islami Minangkabau memasukkan lagu-lagu dan syair-syair baru yang ngetop masa kini, dan populer dalam pandangan masyarakat hari ini, terutama generasi muda. Semuanya itu bertujuan untuk menyesuaikan dengan minat masyarakat penikmat yang baru pula, sehingga seniman yang bertujuan untuk populer ini seakan mempunyai semboyan “makin banyak peminatnya makin besar peluang pasarnya”.
Dengan munculnya “budaya baru” tersebut, maka para seniman musik islami mulai merespons konsepsi sentimen merakyat dengan mengkreasikan dan mengadopsi melodi-melodi musik pop dan dangdut ke dalam pertunjukan musik islami. Kepopuleran seorang seniman sangat ditentukan oleh kecakapan dan penguasaan membawakan lagu-lagu yang ngetop masa kini.
Bersamaan dengan kemunculan kelompok-kelompok baru ini, maka segala jenis melodi-melodi lagu yang ‘trend’ atau ’ngetop’ di masyarakat menjadi bagian dalam pertunjukan mereka. Pada akhirnya, musik islami yang sudah beralih misi ini tidak efektif lagi dipertunjukan di surau-surau, akan tetapi bergerak ke luar surau menjadi kesenian rakyat, yang dipertunjukan di pale-pale, laga-laga, panggung-panggung pertunjukan, di rumah-rumah dan sebagainya. Perkembangan tersebut terlihat bahwa musik islami sekarang lebih cenderung mengarah ke pertunjukan berbentuk komersial. Musik islami sekarang menjadi suatu pertunjukan yang komunikatif, sehingga mereka sangat berorientasi kepada selera massa. Orientasi tersebut mereka ciptakan dengan cara memancing perhatian penonton terhadap lagu-lagu yang dibawakannya.
Kasus Salawat Dulang dan Indang
Pertunjukan salawat dulang selalu menampilkan dua kelompok yang bertanding dalam uji kemampuan bertanya dan menjawab persoalan-persoalan keagamaan, dan adat istiadat. Masing-masing kelompok terdiri dari dua orang yang biasa disebut Induak dan Anak (induk dan anak), dan masing-masingnya memakai alat musik pengiring yang disebut dulang.  Setiap kelompok mendapat giliran tiga hingga empat kali penampilan untuk satu malam pertunjukan. 
Secara musikal, pertunjukan salawat dulang pada awalnya telah mempunyai aturan penyajian yang sangat dipahami oleh masyarakat penikmat salawat, yaitu terdiri dan bagian-bagian, akan tetapi bagian-bagian itu belum mempunyai istilah, sehingga kebanyakan para tukang salawat hanya mengenal istilah buah salawat, dan dalam buah salawat itu dikenal lagu imbauan khutbah dan lagu batang. Beberapa tahun terakhir (sekitar akhir tahun 1980-an), tukang salawat Firdaus dan beberapa seniman ASKl Padangpanjang (kini ISI Padangpanjang) menganalisis struktur lagu salawat dulang yang berkembang waktu itu. Adapun struktur lagu salawat dulang tersebut adalah: (1) lagu khotbah terdiri dan imbauan khotbah dan khotbah; (2) lagu batang terdiri dan imbauan batang dan batang; (3) lagu yamolai terdiri dan yamolai I dan yamolai II; (4) lagu cancang, yang di dalamnya memberi kesempatan kepada pemain salawat secara bebas menyajikan lagu-lagu yang disukainya, termasuk lagu-lagu pop masa kini; dan (5) lagu penutup.
Dirumuskannya struktur lagu salawat dulang tensebut telah memberikan pedoman yang cukup positif bagi keberlanjutan musik ini. Bahagian lagu 1,2, 3, dan 5 merupakan pola yang sama bagi setiap pemain dalam menyajikan salawat dulang. Manakala pada bahagian lagu nomor 4 adalah kebebasan pemain salawat dulang dalam mengadopsi dan mengembangkan lagu-lagu yang populer masa kini. Kepiawaian seniman dalam membaca selera massa tersebut sangat menentukan bagi kepopuleran musik islami. Apabila penonton lebih banyak dari kalangan muda-mudi, maka lagu dan permasalahan yang disampaikan seniman juga berorientasi pada masalah muda-mudi, dan apabila penonton lebih banyak kalangan yang tua-tua, maka lagu dan permasalahan yang disampaikan berorientasi pada selera kaum tua pula. Sebagai contoh adalah pada penyajian musik salawat dulang:
Kok kandak nan tuo iko  kaji alah dibaco
Kok kandak nan mudo iko lagu nan sabana sero
Kok kandak nan ketek-ketek, tapiak dulang geleng kapalo
(Kalau kehendak orang tua inilah kaji sudah dibaca
Kalau kehendak yang muda mi kaji yang benar-benar
Kalau kehendak anak-anak, pukul dulang geleng kepala).
Fenomena musik islami Minangkabau yang telah mengalami transformasi menjadi seni populer dapat dilihat pada kasus salawat dulang dan indang piaman. Kedua musik ini hidup dan berkembang disebabkan keterbukaannya untuk memasukkan lagu-lagu baru untuk menjawab tantangan budaya global. Sikap keterbukaan itu menyebabkan seni pertunjukan ini kemudian menunjukan gejala perkembangan yang serius. Frekuensi pementasan mereka semakin meningkat.
Demikian pula jenis kesenian indang piaman. Pertunjukan kesenian ini dilakukan oleh tiga kelompok yang membentuk segitiga. Jumlah pemain untuk setiap kelompok antara  tujuh hingga dua puluh satu  orang. Ketiga kelompok indang piaman tersebut melaksanakan pentas selama dua malam berturut-turut. Masing-masing kelompok duduk bersila dan berderet dengan cara menghimpitkan paha kanan pada paha kiri temannya. Ketiga kelompok indang piaman bernyanyi sambil menari, dan kadang-kadang membunyikan alat musik rapa’i. Ketiga kelompok melakukan tanya jawab atau sindir-menyindir tentang pelbagai macam perpersoalan, baik masalah keagamaan mahupun perpersoalan yang terjadi saat pertunjukan berlangsung.
Pada setiap pertunjukan indang piaman, biasanya diawali dengan lagu Alilarao atau Ali alarao sebagai lagu pembuka, paling kurang oleh salah satu grup indang piaman. Lagu ini merupakan ciri khas yang masih tersisa dari lagu indang piaman yang berciri  keislaman atau bernuansa Islam. Lagu ini membawakan syair radat. Teks radat termasuk teks wajib dipahami dan dihafalkan oleh setiap grup indang piaman.  Teks radat yang disampaikan pada lagu ini adalah tentang kisah para aulia mengembangkan agama Islam hingga sampai ke Pariaman dan berkembang lebih luas di Minangkabau, kisah tentang nabi (Adam dan Muhammad), dan suasana Pariaman atau Minangkabau sebelum masuknya agama Islam.
Dalam perkembangan selanjutnya, lagu-lagu yang sering dimainkan dalam pertunjukan indang piaman adalah lagu-lagu rakyat yangt berakulturasi dengan lagu-lagu pop Melayu, Minang, dan lagu-lagu yang berirama Hindustan. Lagu rakyat antara lain seperti: Galombang Piaman, Ragam Budaya, Pukek Usang, Sobaik Kanduang, Ombak Mamacah, Berambun Malam. Lagu-lagu populer yang sering dibawakan oleh kelompok-kelompok indang piaman dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan selera masyarakat seperti: Aduh Buyung (dangdut), bunga Dahlia (Melayu/ Dangdut), Talago Biru (Minang), suara azan, dan lain-lain.
Walaupun perkembangan materi musikal musik islami Minangkabau dewasa ini telah terpengaruh oleh budaya populer berupa lagu-lagu modern (lagu pop, dangdut, rock dan sebagainya), namun kehadirannya bertambah penting sebagai media yang berfungsi sosial terhadap kehidupan masyarakat Minangakabau di era modern, termasuk menyampaikan perpersoalan-perpersoalan yang aktual, masalah ekonomi, politik, adat istiadat, dan lainnya. Materi penyajian, baik segi melodi, maupun teks syair yang dibawakan juga berkembang dengan lebih variatif guna menjawab kecenderungan selera masyarakat penikmatnya terhadap lagu-lagu yang sedang populer.  Fenomena demikian disatu pihak memperlihatkan perkembangan yang menjanjikan bagi keberlanjutan musik islami Minangkabau, namun dipihak lain menyebabkan terjadinya pergeseran  tata nilai, yang menyebabkan terjadinya “krisis identitas” nilai islami.
Dengan demikian, musik islami Minangkabau pengaruh budaya populer terlihat dari unsur-unsur musik yang membangunnya, baik segi melodi, ritme dan harmoni, yang kadang-kadang “tidak memperhatikan identitasnya” sebagai sebuah musik islami yang berorientasi kepada etika dan estetika Islam, akan tetapi lebih cendrung kepada keutamaan hiburan.
Analisis sementara memperlihatkan ada dua pandangan yang saling kontroversial dalam mengapresiasi musik islami Minangkabau dewasa ini. Pertama, bagi golongan yang masih fanatik terhadap tradisi keagamaan, akan memandang sinis terhadap pembaharuan musik islami tersebut, karena tidak cocok dengan budaya Minangkabau yang berlandaskan kepada adat bersandi syarak, syarak bersendi kitabullah. Kedua, pihak yang merasa berpikiran modern, dan lebih berpihak pada keindahan melodi lagu-lagu yang ngetop masa kini. Disinilah kepiawaian seniman musik islami mampu menciptakan syair-syair dan lagu-lagu yang sesuai menurut kedua slera tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa musik islami yang ada sekarang merupakan produk budaya masa lampau yang bergulir hingga kini seiring dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pendukungnya. Kini seni pertunjukan musik islami yang tumbuh, hidup, dan berkembang di Minangkabau semakin jelas tampak sosoknya. Perjalanan sejarah yang panjang telah mewarnai berbagai perubahan serta unsur-unsur yang ada padanya. Musik islami Minangkabau menyebar dengan cepat sehingga semakin dirasakan sebagai ‘warisan budaya’ yang telah menemukan bentuknya, namun muatan estetis musik islami sebagai seni bernafaskan Islam tetap hadir pada setiap pertunjukan.       
Terjadinya berbagai perubahan dan perkembangan musik islami Minangkabau di era globalisasi pengaruh budaya populer ini menunjukkan bahwa musik islami Minangkabau  adalah seni pertunjukan yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Umar Kayam berpandangan bahwa, kesenian adalah produk budaya masyarakat yang tidak pernah terlepas dari masyarakatnya, dengan segala aktivitas budaya yang mencakup: mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, dan mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi. Tentu saja kita berharap, dalam mengembangkan musik islami Minangkabau yang berorientasi budaya populer hendaknya selalu berpedoman kepada ’nan elok dipakai, nan buruak dibuang’ (yang baik dipakai, yang buruk dibuang).
Bangi, Malaysia, 20 Nov 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...