OLEH Ediwar Chaniago
Direktur Pascasarjana ISI Padang Panjang
Sepasang seniman tradisi Minang salawat dulang (Foto Dok) |
Budaya populer
bukanlah suatu fenomena baru. Ia merupakan persambungan daripada budaya rakyat,
yang menjadi milik rakyat. Budaya populer
(populer culture) merupakan salah
satu budaya yang pernah berkembang di Amerika kurang lebih satu abad yang lalu
sebagai mass culture atau seni budaya
massa. Demikian juga seni populer
(populer art), yang sering juga disebut dengan seni pop cenderung dipandang sebagai seni yang menyimpang dari pola
kebudayaan yang sudah mapan, bahkan sering disebut sebagai perkembangan budaya
prematur.
Oleh sebab itu apabila kita berbicara tentang seni
populer, maka senantiasa menunjuk pada hasil dan tingkah laku budaya (termasuk
seni) yang dianggap tidak termasuk kebudayaan yang mapan dan hanya bersifat
sementara. Ignas Kliden lebih menegaskan lagi bahwa seni populer lebih dianggap
sebagai kebudayaan seketika, karena mudahnya diterima dan dinikmati, tetapi
mudah pula dilupakan oleh banyak orang, sering dianggap kurang berbobot apabila
dibandingkan dengan kebudayaan tinggi (high
culture). Seni (musik) populer itu mudah dicerna dan diserap orang,
target publiknya bersifat massal. Apabila diperbandingkan sifat tersebut sangat
berbeda dengan kebudayaan tinggi yang butuh waktu pemahaman dan perenungan
dalam menerima kebudayaan dan atau kesenian tersebut.
Pada masa kini masyarakat Melayu sedang menghadapi suatu
era baru yang dikenal dengan era maklumat dan komunikasi global, kebudayaan
tradisional (termasuk kesenian) mendapat persaingan hebat untuk melawan dirinya
sendiri untuk bertahan atau berkembang. Kesenian yang berkembang hari ini telah
banyak mengalami pergeseran fungsi. Kesenian tradisional yang semula melekat
dengan adat dan agama cendrung dikembangkan menjadi kesenian tontonan, dan
bahkan sebagai propaganda. Ikatan-ikatan
estetis antara elemen-elemen tradisional dengan kebudayaan baru menuju
budaya populer yang moden bagaikan peristiwa perlawanan budaya yang sulit
diantisipasi.
Akibat daripada perkembangan teknologi maklumat dan
komunikasi tersebut telah menembus sendi-sendi kehidupan masyarakat Melayu
nusantara dalam mempermudah hubungan manusia dengan dunia luar. Manusia dapat
menikamti berbagai peristiwa yang terjadi melalui media komunikasi dan informamsi yang
berteknologi moden dalam masa sekejap saja, seperti televisi, internet,
video-video melalui media player dan
sebagainya. Hal ini membawa pengaruh pada setiap individu masyarakat kearah
persepsi dan apresiasi kesenian sebagai media pendidikan dan hiburan berwawasan
global.
Seni tradisi Minang, indang yang kental nilai islami |
Adapun jenis musik tradisi islami Minangkabau yang masih
berkembang hingga hari ini dan mendapat pengaruh besar daripada musik populer adalah seperti, zikir rebana, salawat dulang,
dan indang piaman. Jenis-jenis kesenian ini masih ada yang kekal
mempertahankan ciri-ciri utamanya sebagai syiar keagamaan, namun ada pula yang
sudah mengalami transformasi menjadi kesenian rakyat menyesuaikan diri dengan
perkembangan kesenian modern, menuju budaya populer.
Pengkajian ini merupakan kelanjutan daripada tiga babak
proses transformasi musik islami Minangkabau (budaya surau, budaya rakyat, dan
budaya populer). Tujuan pada
penulisan ini adalah untuk mengungkap eksistensi musik tradisi islami Minangkabau dalam fenomena budaya populer. Hingga kini masih ada musik islami Minangkabau yang
kekal mempertahankan nilai-nilai keagamaan yang sudah mapan, namun ada pula
yang berubah dengan lebih memilih estetika kreasi. Maksudnya, musik islami pengaruh budaya populer direncanakan dan dibuat tidak
lagi menurut dorongan kreativitas dari dalam, untuk mencapai cita nuraninya,
melainkan menuruti citarasa dan kemauan publik. Keindahan musik populer tidak
lain dari kemampuan untuk memenuhi dan permintaan massa dan kepuasan cultural.
Keindahan disini bukanlah sesuatu yang berhadapan dengan kriteria formal para
kritikus, melainkan berhadapan dengan keperluan nyata dari publik.
Fenomena Budaya Populer
Pada mulanya musik islami Minangkabau tumbuh dan berkembang terbatas
di persekitaran surau saja dalam proses penyebaran dan pendidikan Islam
tradisional. Kehadiran musik islami
merupakan penyempurnaan perpaduan antara keindahan dan kebenaran.
Hakikinya, keindahan itu selalu berasaskan kepada moral Islam, yaitu
nilai-nilai baik dan buruk mengikut etika dan estetika Islam, manakala
kebenaran adalah puncak dari keindahan.
Pada awalnya tema utama penyajian musik
islami berhubungan dengan masalah akidah yaitu perasaan cinta sedalam-dalamnya
terhadap Allah S.W.T, dan cinta terhadap Nabi Muhammad SAW. Manakala tema
pendukung berhubungan dengan masalah amal ibadah yang merupakan tuntunan hidup
dari dunia sampai akhirat nanti. Dengan demikian, materi penyajian musik islami Minangkabau
menyangkut perpersoalan dunia dan akhirat, meliputi masalah riligiusitas dan
sosial dengan segala seluk beluknya.
Sesuai dengan misi penting sebagai dakwah Islamiah, maka penyajiannya
dapat mendatangkan spirit masyarakat untuk beribadah dan bertingkah laku sesuai
dengan tuntunan ajaran agama Islam dan adat istiadat Minangkabau, sesuai
menurut landasan ideal ”Adat bersendi syarak, syarak bersendi Kitabullah”.
Pada masa kejayaan surau (budaya surau) (diperkirakan
sampai menjelang tahun 1960-an), perkembangan musik islami lebih mengarah kepada penyempurnaan pola
hidup di dunia dan menuju akhirat. Seni bercirikan Islam (khususnya musik)
pada masa itu lebih mengutamakan kehalusan rasa dan pikiran. Pada setiap
kegiatan syarak disegarkan dengan kegiatan kesenian bercirikan Islam. Musik islami lebih mengutamakan hubungan antara sesama
manusia dengan Maha Pencipta (Allah) menuju keakhirat, sehingga segala daya
upaya manusia dalam menciptakan
“keindahan’ selalu berasaskan kepada moral Islam, yaitu nilai-nilai baik dan
buruk menurut etika dan estetika Islam.
Oleh itu, peranan guru-guru surau
dan muridnya dalam menyajikan syair-syair bercirikan islami bukanlah sebagai
satu keperluan hiburan saja, lebih dari itu mengajak umat kepada kebaikan, dan
menghindarkan diri dari kemudharatan.
Selanjutnya, semenjak periode 1970-an, kehadiran
lagu-lagu pop Indonesia, pop Minang, pop Melayu dan dangdut sangat berpengaruh
besar dalam dunia musik islami Minangkabau, disusul dengan pengenalan
kaset yang juga memberikan kontribusi kepada timbulnya cita rasa musikal baru.
Kecuali itu, acara-acara kesenian di layar televisi yang menyiarkan lagu-lagu
pop dan dangdut lebih dapat memenuhi keperluan hiburan dan menjadi perhatian
yang menarik bagi masyarakat. Tayangan-tayangan televisi tersebut telah
mengubah alam bawah sadar, sensitivitas, dan persepsi masyarakat terhadap
apresiasi musik hiburan.
Selanjutnya, semenjak periode 1970-an, kehadiran
lagu-lagu pop Indonesia, pop Minang, pop Melayu dan dangdut sangat berpengaruh
besar dalam dunia musik islami Minangkabau, disusul dengan pengenalan
kaset yang juga memberikan kontribusi kepada timbulnya cita rasa musikal baru.
Kecuali itu, acara-acara kesenian di layar televisi yang menyiarkan lagu-lagu
pop dan dangdut lebih dapat memenuhi keperluan hiburan dan menjadi perhatian
yang menarik bagi masyarakat. Tayangan-tayangan televisi tersebut telah
mengubah alam bawah sadar, sensitivitas, dan persepsi masyarakat terhadap
apresiasi musik hiburan.
Menyikapi kondisi demikian, sebagian seniman dan masyarakat
pencinta seni pertunjukan musik islami tidak hanya tinggal diam begitu
saja, akan tetapi berusaha mengambil inisiatif untuk mengembangkan musik
islami menjadi seni pertunjukan yang dapat dinikmati oleh masyarakat yang
lebih luas. Salah satu cara yang ampuh adalah dengan mengadopsi lagu-lagu pop
tersebut menjadi bagian dalam struktur lagu musik islami Minangkabau,
seperti mengadopsi melodi-melodi lagu melayu dan qasidah. Dalam hal ini
berkaitan dengan cara penyusunan elemen-elemen musik, sehingga melahirkan suatu
nuansa musikal yang bersifat islami. Hal ini membuat suasana pertunjukan musik
islami lebih hidup dan bergairah.
Patut ditegaskan bahwa budaya populer yang
berkembang dalam masyarakat Sumatera Barat hari ini merupakan kesinambungan
daripada unsur–unsur budaya Islam tradisional di surau-surau. Oleh itu keadaan dan sifat budaya populer
peringkat awal tidak sepenuhnya dapat disamakan dengan ciri–ciri budaya populer
dalam masyarakat urban industri. Namun begitu ciri–ciri budaya populer hari ini
cukup berbeda bila dibandingkan dengan ciri–ciri budaya rakyat tradisional
sesuai dengan pencapaian masyarakat pada masa yang dilaluinya.
Pengadopsian lagu-lagu baru dan peristiwa yang aktual
merupakan bahagian penting dalam pertunjukan
musik islami Minangkabau hari ini. Fenomena ini terlihat dengan
semakin banyaknya kelompok musik islami Minangkabau memasukkan lagu-lagu
dan syair-syair baru yang ngetop masa
kini, dan populer dalam pandangan masyarakat hari ini, terutama generasi
muda. Semuanya itu bertujuan untuk menyesuaikan dengan minat masyarakat
penikmat yang baru pula, sehingga
seniman yang bertujuan untuk populer
ini seakan mempunyai semboyan “makin banyak peminatnya makin besar peluang
pasarnya”.
Dengan munculnya “budaya baru” tersebut, maka para
seniman musik islami mulai merespons konsepsi sentimen merakyat dengan
mengkreasikan dan mengadopsi melodi-melodi musik pop dan dangdut ke dalam
pertunjukan musik islami. Kepopuleran seorang seniman sangat ditentukan
oleh kecakapan dan penguasaan membawakan lagu-lagu yang ngetop masa
kini.
Bersamaan dengan kemunculan kelompok-kelompok baru ini,
maka segala jenis melodi-melodi lagu yang ‘trend’
atau ’ngetop’ di masyarakat menjadi
bagian dalam pertunjukan mereka. Pada akhirnya, musik islami yang sudah beralih
misi ini tidak efektif lagi dipertunjukan di surau-surau, akan tetapi bergerak ke luar surau menjadi kesenian
rakyat, yang dipertunjukan di pale-pale,
laga-laga, panggung-panggung pertunjukan, di rumah-rumah dan sebagainya.
Perkembangan tersebut terlihat bahwa musik islami sekarang lebih
cenderung mengarah ke pertunjukan berbentuk komersial. Musik islami sekarang
menjadi suatu pertunjukan yang komunikatif, sehingga mereka sangat berorientasi
kepada selera massa. Orientasi tersebut mereka ciptakan dengan cara memancing
perhatian penonton terhadap lagu-lagu yang dibawakannya.
Kasus
Salawat Dulang dan Indang
Pertunjukan salawat dulang selalu menampilkan dua
kelompok yang bertanding dalam uji kemampuan bertanya dan menjawab
persoalan-persoalan keagamaan, dan adat istiadat. Masing-masing kelompok
terdiri dari dua orang yang biasa disebut Induak dan Anak (induk dan
anak), dan masing-masingnya memakai alat musik pengiring yang disebut dulang. Setiap kelompok mendapat giliran tiga hingga
empat kali penampilan untuk satu malam pertunjukan.
Secara musikal, pertunjukan salawat dulang pada
awalnya telah mempunyai aturan penyajian yang sangat dipahami oleh masyarakat
penikmat salawat, yaitu terdiri dan bagian-bagian, akan tetapi
bagian-bagian itu belum mempunyai istilah, sehingga kebanyakan para tukang
salawat hanya mengenal istilah buah salawat, dan dalam buah salawat
itu dikenal lagu imbauan khutbah dan lagu batang. Beberapa tahun terakhir
(sekitar akhir tahun 1980-an), tukang salawat Firdaus dan beberapa
seniman ASKl Padangpanjang (kini ISI Padangpanjang) menganalisis struktur lagu salawat
dulang yang berkembang waktu itu. Adapun struktur lagu salawat
dulang tersebut adalah: (1) lagu khotbah terdiri dan imbauan khotbah dan
khotbah; (2) lagu batang terdiri dan imbauan batang dan batang; (3) lagu
yamolai terdiri dan yamolai I dan yamolai II; (4) lagu cancang, yang di
dalamnya memberi kesempatan kepada pemain salawat secara bebas
menyajikan lagu-lagu yang disukainya, termasuk lagu-lagu pop masa kini; dan (5)
lagu penutup.
Dirumuskannya struktur lagu salawat dulang
tensebut telah memberikan pedoman yang cukup positif bagi keberlanjutan musik
ini. Bahagian lagu 1,2, 3, dan 5 merupakan pola yang sama bagi setiap pemain
dalam menyajikan salawat dulang. Manakala pada bahagian lagu nomor 4
adalah kebebasan pemain salawat dulang dalam mengadopsi dan mengembangkan
lagu-lagu yang populer masa kini. Kepiawaian seniman dalam membaca
selera massa tersebut sangat menentukan bagi kepopuleran musik islami. Apabila
penonton lebih banyak dari kalangan muda-mudi, maka lagu dan permasalahan yang
disampaikan seniman juga berorientasi pada masalah muda-mudi, dan apabila
penonton lebih banyak kalangan yang tua-tua, maka lagu dan permasalahan yang
disampaikan berorientasi pada selera kaum tua pula. Sebagai contoh adalah pada
penyajian musik salawat dulang:
Kok kandak
nan tuo iko kaji alah dibaco
Kok kandak
nan mudo iko lagu nan sabana sero
Kok kandak
nan ketek-ketek, tapiak dulang geleng kapalo
(Kalau kehendak
orang tua inilah kaji sudah dibaca
Kalau kehendak yang
muda mi kaji yang benar-benar
Kalau kehendak
anak-anak, pukul dulang geleng kepala).
Fenomena musik islami Minangkabau
yang telah mengalami transformasi menjadi seni populer dapat dilihat pada kasus
salawat dulang dan indang piaman. Kedua musik ini hidup dan
berkembang disebabkan keterbukaannya untuk memasukkan lagu-lagu baru untuk
menjawab tantangan budaya global. Sikap keterbukaan itu menyebabkan seni
pertunjukan ini kemudian menunjukan gejala perkembangan yang serius. Frekuensi
pementasan mereka semakin meningkat.
Demikian pula jenis kesenian indang piaman. Pertunjukan
kesenian ini dilakukan oleh tiga kelompok yang membentuk segitiga. Jumlah
pemain untuk setiap kelompok antara
tujuh hingga dua puluh satu
orang. Ketiga kelompok indang piaman tersebut melaksanakan pentas
selama dua malam berturut-turut. Masing-masing kelompok duduk bersila dan
berderet dengan cara menghimpitkan paha kanan pada paha kiri temannya. Ketiga
kelompok indang piaman bernyanyi sambil menari, dan kadang-kadang
membunyikan alat musik rapa’i. Ketiga kelompok melakukan tanya jawab atau sindir-menyindir
tentang pelbagai macam perpersoalan, baik masalah keagamaan mahupun
perpersoalan yang terjadi saat pertunjukan berlangsung.
Pada setiap pertunjukan indang piaman, biasanya
diawali dengan lagu Alilarao atau Ali alarao sebagai lagu
pembuka, paling kurang oleh salah satu grup indang piaman. Lagu ini
merupakan ciri khas yang masih tersisa dari lagu indang piaman yang
berciri keislaman atau bernuansa Islam. Lagu
ini membawakan syair radat. Teks radat
termasuk teks wajib dipahami dan dihafalkan oleh setiap grup indang piaman. Teks radat yang disampaikan pada lagu ini
adalah tentang kisah para aulia mengembangkan agama Islam hingga sampai ke
Pariaman dan berkembang lebih luas di Minangkabau, kisah tentang nabi (Adam dan
Muhammad), dan suasana Pariaman atau Minangkabau sebelum masuknya agama Islam.
Dalam perkembangan selanjutnya, lagu-lagu yang sering
dimainkan dalam pertunjukan indang piaman adalah lagu-lagu rakyat yangt
berakulturasi dengan lagu-lagu pop Melayu, Minang, dan lagu-lagu yang berirama Hindustan.
Lagu rakyat antara lain seperti: Galombang Piaman, Ragam Budaya, Pukek
Usang, Sobaik Kanduang, Ombak Mamacah, Berambun Malam. Lagu-lagu populer
yang sering dibawakan oleh kelompok-kelompok indang piaman dalam rangka
menyesuaikan dengan perkembangan selera masyarakat seperti: Aduh Buyung (dangdut),
bunga Dahlia (Melayu/ Dangdut), Talago Biru (Minang), suara azan, dan lain-lain.
Walaupun perkembangan materi musikal musik islami Minangkabau
dewasa ini telah terpengaruh oleh budaya populer berupa lagu-lagu modern (lagu
pop, dangdut, rock dan sebagainya), namun kehadirannya bertambah penting
sebagai media yang berfungsi sosial terhadap kehidupan masyarakat Minangakabau
di era modern, termasuk menyampaikan perpersoalan-perpersoalan yang aktual,
masalah ekonomi, politik, adat istiadat, dan lainnya. Materi penyajian, baik
segi melodi, maupun teks syair yang dibawakan juga berkembang dengan lebih
variatif guna menjawab kecenderungan selera masyarakat penikmatnya terhadap
lagu-lagu yang sedang populer. Fenomena
demikian disatu pihak memperlihatkan perkembangan yang menjanjikan bagi
keberlanjutan musik islami Minangkabau, namun dipihak lain menyebabkan
terjadinya pergeseran tata nilai, yang
menyebabkan terjadinya “krisis identitas” nilai islami.
Dengan demikian, musik
islami Minangkabau pengaruh budaya populer terlihat dari unsur-unsur musik
yang membangunnya, baik segi melodi, ritme dan harmoni, yang kadang-kadang
“tidak memperhatikan identitasnya” sebagai sebuah musik islami yang
berorientasi kepada etika dan estetika Islam, akan tetapi lebih cendrung kepada
keutamaan hiburan.
Analisis sementara memperlihatkan ada dua pandangan yang
saling kontroversial dalam mengapresiasi musik islami Minangkabau dewasa ini.
Pertama, bagi golongan yang masih fanatik terhadap tradisi keagamaan, akan
memandang sinis terhadap pembaharuan musik islami tersebut, karena tidak cocok
dengan budaya Minangkabau yang berlandaskan kepada adat bersandi syarak,
syarak bersendi kitabullah. Kedua, pihak yang merasa berpikiran modern, dan
lebih berpihak pada keindahan melodi lagu-lagu yang ngetop masa kini. Disinilah
kepiawaian seniman musik islami mampu menciptakan syair-syair dan lagu-lagu
yang sesuai menurut kedua slera tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa musik
islami yang ada sekarang merupakan produk budaya masa lampau yang bergulir
hingga kini seiring dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pendukungnya.
Kini seni pertunjukan musik islami yang tumbuh, hidup, dan berkembang di
Minangkabau semakin jelas tampak sosoknya. Perjalanan sejarah yang panjang
telah mewarnai berbagai perubahan serta unsur-unsur yang ada padanya. Musik
islami Minangkabau menyebar dengan cepat sehingga semakin dirasakan
sebagai ‘warisan budaya’ yang telah menemukan bentuknya, namun muatan estetis musik
islami sebagai seni bernafaskan Islam tetap hadir pada setiap
pertunjukan.
Terjadinya berbagai perubahan dan perkembangan musik
islami Minangkabau di era globalisasi pengaruh budaya populer ini
menunjukkan bahwa musik islami Minangkabau adalah seni pertunjukan yang mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Umar Kayam berpandangan bahwa,
kesenian adalah produk budaya masyarakat yang tidak pernah terlepas dari
masyarakatnya, dengan segala aktivitas budaya yang mencakup: mencipta, memberi
peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, dan mengembangkan untuk
kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi. Tentu saja kita berharap, dalam
mengembangkan musik islami Minangkabau yang berorientasi budaya populer
hendaknya selalu berpedoman kepada ’nan
elok dipakai, nan buruak dibuang’ (yang baik dipakai, yang buruk dibuang).
Bangi, Malaysia, 20 Nov 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar