OLEH SUDARMOKO
Penempatan berbagai macam reklame dan
baliho atau informasi lain yang memanfaatkan ruang terbuka sebagai medianya tak
jarang ditata tanpa mempertimbangkan estetika. Spanduk-spanduk dipasang di
tempat-tempat yang tidak disediakan secara khusus, dan sering kali dipasang
secara melintang di atas jalan, yang membahayakan pemakai jalan bila sewaktu-waktu
jatuh. Demikian juga, tak ada aturan dan tindakan yang tegas untuk reklame atau
baliho yang sudah kedaluarsa atau menyalahi tata ruang yang disediakan.
Tampaknya, asal sudah membayar pajak, pemasang iklan di ruang terbuka ini bebas
untuk menempatkannya dimana saja.
Demikian juga dengan jembatan-jembatan
penyeberangan yang dibangun di sekitar tempat-tempat keramaian (mal), yang
dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap kemacetan yang terjadi, tidak banyak
dimanfaatkan. Orang (pengunjung) lebih banyak menerobos jalan raya, walaupun
sudah dipagar dengan kokoh untuk membuat orang terbiasa dengan jembatan
penyeberangan. Kasus jembatan penyeberangan ini juga memiliki nuansa
tersendiri, seperti halnya gedung-gedung pemerintahan dan pelayanan publik yang
memiliki lantai lebih dari satu yang tidak menyediakan lift. Nuansa itu adalah
ketiadaan rasa peduli bagi masyarakat diffable. Mereka susah mengakses
tempat-tempat tersebut.
Tak ada upaya, tampaknya, dari
pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap hal ini, pemerintah dan
pengembang, untuk melakukan terobosan yang dapat mempertimbangkan kebutuhan dan
rasa estetika. Jika hal ini dibiarkan, maka kota ini akan terlihat centang
perenang dan carut marut, seperti coretan-coretan yang tak jelas bentuknya.
Bersangkut dengan estetika kota, terutama
untuk tempat-tempat terbuka, adalah dengan membangun dan memasang karya-karya
seni rupa, seperti patung, instalasi, maupun monumen-monumen kecil, di
tempat-tempat yang dipilih dengan beberapa alasan seperti sejarah, batas
wilayah, fungsi gedung atau wilayah, dan sebagainya. Selain untuk memperindah
kota, pemanfaatan ini juga dapat dijadikan penanda bagi masyarakat, dan juga
pengunjung kota. Demikian juga dengan pengembangan-pengembangan hunian yang
ada, dapat disisihkan sedikit tempat untuk meletakkan karya seni di ruang
terbuka sehingga para penghuninya akan memiliki kebanggaan dan penanda yang
khas.
Biasanya, dalam benak orang, akan
menyebutkan salah satu penanda yang khas atau menonjol untuk menyebutkan lokasi
yang mereka tuju. Katakanlah, orang akan mengatakan nama-nama Basko Mall,
Gubernuran, Lippo, Taqwa, Matahari, Rocky, Gramedia, sebagai contoh, untuk
menunjuk tempat ketika membuat janji untuk bertemu. Dengan menempatkan karya
seni di tempat-tempat tertentu di dalam kota juga akan meninggalkan kesan dan
kenangan yang baik bagi para pengunjung kota dari luar daerah.
Keberadaan ikon-ikon yang indah ini juga
dapat menjadi penanda-penanda bagi orang dalam memposisikan diri di
tengah-tengah kehidupan kota. Akan menambah kesan yang hangat dan cita rasa
estetika dari kota yang tengah melaju menjadi metropolitan atau megapolitan
ini. Bila hal ini tidak dipertimbangkan, maka masyarakat akan kekurangan cita
rasa estetika dan jati diri di tengah lingkungannya.
Cukup banyak ahli-ahli tentang tata ruang
dan seni dekoratif ruang terbuka ini di berbagai instansi dan lembaga
pendidikan dan penelitian di Sumatra Barat ini. Lalu kenapa mereka tidak
dilibatkan atau dimintai pendapat dan opini tentang penataan ruang terbuka di
Kota Padang, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran-kekhawatiran seperti ini.
Boleh jadi rekomendasi mereka sudah ada, dan biasanya begitu yang terjadi dalam
proses pembangunan. Namun nyatanya masih kita dapati berbagai fakta
pengembangan yang begitu saja dilakukan tanpa ada pertimbangan konsep
estetikanya.
Salah satu contoh bagaimana upaya
pertimbangan konsep estetika dilakukan di ruang terbuka adalah dengan membangun
atap bangunan kantor pemerintahan dan layanan publiknya dengan bentuk gonjong.
Tentu saja hal ini juga mengandung nuansa politis dengan terkesannya upaya
untuk menghadirkan simbol dan identitas adat ke wilayah ibu kota provinsi ini,
yang menjadi satelit bagi daerah-daerah lain di Sumatra Barat, yang
dikonkretkan dengan pusat administrasi bagi daerah-daerah di seluruh Sumatra
Barat. Terlepas dari itu, setidaknya upaya ini memberikan nuansa estetis,
terutama untuk ruang terbuka, yang dapat dikembangkan lagi dengan upaya-upaya
lain dengan memanfaatkan wilayah dan seniman yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar