Oleh: Asril Muchtar
Pemerhati seni dan dosen ISI Padangpanjang
Jenis seni tontonan berbasis
tradisi yang lebih awal dikenal di Sumatra Barat adalah musik dan tari kreasi
baru. Jenis seni tontonan ini muncul di
era tahun 1970-an. Musik kreasi baru adalah musik-musik yang bersumber dari
musik tradisi yang ditata atau diaransemen dalam format baru. Misalnya, dendang
atau lagu “Tak Tontong”, “Talago Biru” dimainkan dengan talempong yang ditala dengan tangga nada diatonis sebanyak 10-12
buah sebagai pembawa melodi utama, dan dibuatkan iringannya dari talempong dan canang masing-masing delapan buah yang berfungsi sebagai akord.
Musik ini dipelopori oleh, Yusaf Rahman, Akhyar Adam, Irsyad Adam, dan Murad
Sutan Saidi.
Pada tarian muncul karya-karya tari kreasi baru, seperti: tari Cewang, tari Rantak, tari Nelayan, tari Piring (versi Hoerijah Adam dan Syofyani Yusaf) dan lain sebagainya. Tokoh penting di bidang ini di Minangkabau dapat disebut Hoerijah Adam, Syofyani Yusaf, dan Gusmiati Suid pada generasi awal. Setelah itu bermunculan generasi berikutnya, sekedar menyebutkan contoh, Zuriati Zubir, Syaiful Erman, Eri Mefri, Deslenda, Indra Yuda, Susasrita Lora, Rasmida, dsb.
Seiring
dengan perjalanan waktu, perkembangan kekaryaan yang berbasis tradisi, dan
bahkan yang bukan dari tradisi pun sangat kuat di Minangkabau. Pendekatan garap
kekaryaan tidak lagi pendekaatan kreasi, tetapi telah merambah pada wilayah
eksperimental, eksplorasi, modern, kontemporer, pop, elektro-akustik,
dodekafonik, dan banyak lagi cara atau metode yang dikembangkan oleh para
komposer dan koreografer dalam menyulam ruang estetika mereka. Seni tontonan
berkembang dengan pesat. Bahkan mungkin dengan sedikit bangga kita bisa
mengatakan, bahwa Sumatra Barat merupakan salah satu lokus kiblat kreativitas
seni di Indonesia.
Di
sini, seni tontonan telah menampakkan “wajah” kreativitas lebih ditonjolkan.
Akibat perkembangan ini, berimbas pula pada
ruang tontonan dan penontonnya. Penonton dan ruang tontonan menjadi
terbelah. Mereka yang memiliki apresiasi seni yang “tinggi” lebih memilih
karya-karya seni yang lebih serius yang ditampilkan di gedung-gedung
pertunjukan yang representatif pula. Sementara mereka yang memiliki apresiasi
seni “sekedarnya”, mungkin lebih suka menonton karya-karya seni yang lebih
mudah dinikmati, tidak rumit, dan nilai hiburannya lebih banyak. Misalnya,
musik-musik popular, tari-tari tataan ringan (kreasi), dan sebagainya.
Beberapa
nama seniman pelaku di bidang ini yang perlu disebutkan antara lain: di bidang
tari Ery Mefri, Syaiful Erman, Indra Utama, Indra Yuda, Zuriati Zubir,
Susasrita Lora, Rasmida, Deslenda, Syahril Alek, Angga, Sukri, dsb. Sementara
di bidang musik antara lain: Hajizar, M. Halim, Elizar Koto, Joesbar Djaelani,
Nedi Winuza, Rafiloza, Joni Muda, Susandara Jaya, Andranova, Wimbrayardi, Nur
Cholis, Alfalah, Hen Ambo, dan lain sebagainya. Menariknya beberapa seniman di
atas membuat wadah sendiri untuk berkreativitas melalui grup. Misalnya, Talago
Buni, Nan Jombang, Galang Dance Company, Sikambang Manih, Titian Aka, Satampang
Baniah, Minangpentagong, La Gandie, Flame, Mahatam Ensamble, dan lain sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar