Kamis, 25 Juli 2013

Membangun “Tembok Minang”



OLEH Nasrul Azwar
Tulisan sederhana ini sesungguhnya tidak mengesankan bahwa dalam waktu dekat ini akan terjadi bencana di Sumatra Barat, tapi lebih ditekankan pada strategi, bentuk antisipasi, dan kesiapsiagaan masyarakat bersama pemeritah–tentu saja dengan koordinasi yang tegas semua stakeholder–untuk menghadapi ancaman bencana alam berupa gempa bumi yang selanjutnya menimbulkan gelombang tsunami yang dasyat.   
Selain memberikan pengetahuan yang cukup bagi masyarakat, dan juga menguatkan posisi institusi yang bertanggung jawab terhadap antisipasi bencana alam tsunami, dan pengembangan ilmu pengetahuan tentang tsunami, membangun tembok di sepanjang pantai Kota Padang (jika perlu seluruh pantai Sumatra Barat), merupakan gagasan yang perlu dipertimbangkan.
Membangun tembok di sepanjang pantai dengan tinggi dan lebar 20 meter, bukan lagi barang baru. Di salah satu kota di Jepang, pemerintahnya sudah mewujudkannya. Masyarakat Jepang yang akrap dengan gempa bumi yang berpotensi memicu tsunami, “memagar” kotanya dengan tembok raksasa. Saya pernah menonton film dokumenternya, dan masyarakat kota itu menjadi tidak merasa cemas lagi dengan adanya tsunami pascagempa bumi.
Hebatnya lagi, di atas tembok itu, dengan jalur kendaraan yang cukup luas (20 meter), munculnya tsunami menjadi tontonan wisatawan.

Untuk Kota Padang, dan juga kota-kota pantai lainnya di Sumatra Barat, saya kira tidak ada masalah jika hal serupa direalisasikan. Kota Padang yang dalam perencanaan tata kotanya menuju kota metropolitan, tentu, mewujudkan pembangunan tembok itu menjadi sangat signifikan. Dampak berdirinya tembok itu, paling tidak akan memberi rasa aman bagi warganya, dan tentu saja, bagi investor yang akan menanamkan uangnya di kota ini. Karena ancaman dasyatnya tsunami sedikit banyak telah diminimalisir.
Jika pemerintah kota dan kabupten dan provinsi mampu meyakinkan pelbagai pihak untuk mewujudkan Tembok Minang (saya sebut saja seperti ini), bisa jadi ini menjadi proyek pertama di Indonesia, dan mengapa tidak, dapat juga jadi proyek percontohan di negeri ini. Dan yang paling penting, jika tembok ini berhasil direalisasikan, korban jiwa tertekan sangat minim. Apa yang dicemaskan bahwa jika terjadi tsunami–memang Sumatra Barat rawan tsunami–yang diperkirakan akan menelan korban jiwa mencapai setengah juta jiwa, tentu dengan hadirnya Tembok Minang ini, bisa diminimalisir. Selain itu pula, dengan berdirinya Tembok Minang ini, tentu saja akan membuat penduduk menjadi nyaman beraktivitas, dan masyarakat tidak panik lagi ketika terjadi gempa bumi. Yang dipikirkan masyarakat hanya menyelematkan diri dari bahaya gempa bumi.
Saya kira, membangun Tembok Minang itu tak akan merusak prinsip-prinsip rencana tata kota, terutama Kota Padang. Karena–jika direalisasikan–pembangunannya hanya melengkapi perencanaan yang telah disusun. Cuma, yang jadi masalah, apakah Pemerintah Kota Padang, Pemerintah Provinsi Sumatra Barat, pemerintah kabupaten dan kota lainnya, mampu mendudukkan gagasan ini dalam satu frame dan kerangka kerja yang jelas?
Untuk saat sekarang, membangun Tembok Minang ini merupakan pilihan yang sangat tepat. Dan sementara, jalur evakuasi yang dibangun pada saat sekarang, saya kira perlu ditinjau lagi, dan dananya bisa dimanfaatkan membangun Tembok Minang itu. Jika tidak dari sekarang kita mulai, kapan lagi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kristenisasi di Ranah Minang

Foto: Kompasiana Pemeluk   Kristen sudah masuk ke Minang-kabau sejak Plakat Panjang ditandatangani tahun 1833 silam. Beratus tahun berlalu, ...